Saturday 30 March 2013

Hakikat, tujuan, pendekatan dan prinsip evaluasi



HAKIKAT, TUJUAN, PENDEKATAN
DAN PRINSIP EVALUASI
Oleh Mukardi

1.        PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Demikian pula halnya dalam dunia pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan khususnya tujuan pembelajaran tersebut maka perlu adanya evaluasi.
Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari sejauh mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh seluruh siswa di kelas itu. Pada dasarnya hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek, yang biasa disebut dengan domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam  proses  pengajaran, tes merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui  tercapai atau tidaknya suatu standar kompetensi yang telah dipelajari oleh siswa  di   setiap pembelajaran. Hal tersebut senada dengan pendapat ahli yang mengatakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah  ditentukan.
Tes bahasa dan pengajaran bahasa merupakan dua kegiatan yang berhubungan secara erat. Yang pertama merupakan bagian dari yang kedua. Tes bahasa dirancang dan dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai hal ihwal yang berkaitan dengan keefektifan pengajaran bahasa yang dilakukan.

1.2     Permasalahan
Dari uraian di atas, pembahasan makalah ini difokuskan sebagai berikut:
1.      Apakah hakikat/pengertian dan tujuan evaluasi?
2.      Apa sajakah pendekatan tes dan fungsi bahasa?
3.      Apakah perbedaan evaluasi, pengukuran, dan tes?
4.   Bagaimanakah prinsip-prinsip evaluasi?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mendeskripsikan hakikat/pengertian dan tujuan evaluasi, tes, pengukuran serta prinsip-prinsip evaluasi.

2.      PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Evaluasi
            Dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa, sebagaimana halnya dalam penyelenggaraan pembelajaran bidang-bidang yang lain, evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyelenggaraan pembelajaran secara keseluruhan. Sebagai suatu pembelajaran, pembelajaran bahasa diselenggarakan untuk mencapai sejumlah tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan telaah mendalam terhadap kebutuhan yang perlu dipenuhi.
            Tujuan-tujuan pembelajaran itu diupayakan pencapaiannya melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang dirancang secara matang dan saksama dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh agar tujuan-tujuan pembelajaran itu dicapai secara semestinya.
            Evaluasi tidak boleh dipandang sebagai kumpulan teknik-teknik saja tetapi lebih merupakan sebuah proses yang berdasar pada prinsip-prinsip. Dalam hal ini Depdiknas mengkategorikan prinsip-prinsip umum evaluasi yang harus diperhatikan,
           Menetukan dan menjelaskan apa yang harus dinilai selalu mendapat prioritas dalam proses evaluasi. Efektifitas evaluasi bergantung pada telitinya deskripsi tentang apa yang akan dievaluasi salah satu faktor yang menerbelakangkan pengembangan pengukuran perilaku manusia adalah terpusatnya konsentrasi kepada teknik dan bukan pada proses.
           Teknik evaluasi harus dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dilayaninya dan harus dipertimbangkan apakah teknik evalusi merupakan metode yang paling efektif untuk menetukan apa yang ingin diketahui oleh siswa.
Evaluasi yang komprehensif menuntut berbagai teknik evaluasi. Salah satu alasan perlunya berbagai prosedur evaluasi adalah karena setiap jenis hanya menyajikan bukti-bukti yang unik tetapi terbatas tentang perilaku siswa. Untuk mendapatkan gambaran yang komplit tentang pencapaian siswa perlu kombinasi hasil dari berbagai
teknik.
           Pemakaian teknik evaluasi yang sewajarnya menuntut kewaspadaan akan keterbatasannya seperti juga kekuatannya. Semua alat evaluasi selalu mengandung kekurangan tertentu. Pertama, adalah kesalahan sampling, yakni hanya dapat mengukur sampling kecil pada satu waktu. Kesalahan kedua adalah pada alat evaluasi itu sendiri atau proses memakai alat itu. Sumber kesalahan yang lain lahir dari penafsiran yang salah tentang hasil evaluasi, menganggap alat-alat itu mengandung presisi yang sebenarnya tidak mereka miliki. Sebaik-sebaiknya alat evaluasi hanya memberikan hasil yang bersifat mendekati saja, sehingga harus ditafsirkan secara wajar. Kesadaran atas keterbatasan alat evaluasi memungkinkan dapat memakainya lebih efektif, dan kesalahan-kesalahan dalam teknik evaluasi dapat dihilangkan dengan cara hati-hati dalam memilih dan memakainya.
Evaluasi hanyalah alat mencapai tujuan bukan merupakan tujuan akhir.

Untuk itulah M. Sonardi Djiwandono mengatakan pada hakikatnya kedudukan evaluasi dalam desain pembelajaran adalah ”sebagai bagian akhir dari rangkaian tiga komponen pokok penyelenggaraan pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran.”
2.2 Tujuan Evaluasi
Evaluasi pendidikan diadakan untuk mengumpulkan bukti atau informasi sehubungan dengan pencapaian tujuan yang upayakan melalui kegiatan atau program pendidikan. Evaluasi pengajaran dikaitkandengan pencapaian tujuan
Suatu evaluasi dapat merupakan pemerian yang bersifat kualitatif dan/atau kualitatif tentang sesuatu. Pemerian kualitatif lebih menekankan pemaparan mutu atau hasil secara verbal  berdasrkan atas pengumpulan informasi dengan menggunakan teknik bukan alat ukur ‘non-measurement’ berdasarkan  pemerian kuantitatif dinyatakan dalam bentuk angka-angka, berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil penggunaan alat ukur ‘measurement’.


Tujuan Evaluasi yaitu sebagai berikut :
a.      Untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai keterampilan atau pengetahuan dasar tertentu.
b.     Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan siswa dalam proses belajar.
c.      Untuk merangsang peserta didik dalam menempuh proses pembelajaran.
d.   Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran.
Melihat pengertian dan tujuan dari diadakannya evaluasi yang telah dipaparkan di atas, maka evaluasi sudah tidak dapat terelakkan lagi dari pendidikan secara umumnya dan proses pembelajaran secara khususnya. Dengan adanya evaluasi proses pembelajaran akan berlangsung dengan lebih baik dan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran tersebut lebih mudah untuk tercapai.

2.3 Macam-macam pendekatan Evaluasi
2.3.1 Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional adalah istilah yang dipergunakan untuk mengacu pada penyelenggaraan (baca: perencanaan dan pelaksanaan) tes bahasa yang cenderung mengadopsi prinsip bahwa tes bahasa  dititikberatkan pada tes tatabahasa dan terjemahan.  Latar belakangnya  adalah adanya pengaruh mainstream pengajaran bahasa yang  dikenal dengan sebutan metode tatabahasa-terjemahan (grammar translation method).
Metode ini, seperti yang dikemukakan oleh Richards dan Rogers (1988:3-4), memiliki prinsip-prinsip pengajaran antara lain: (a) mempelajari bahasa asing adalah mempelajari   bahasa dengan tujuan agar dapat membaca kesusasteraannya; (b) membaca dan menulis adalah fokus utama pengajaran, © ketepatan dalam penerjemahan sangat ditekankan, dan (d) tatabahasa harus diajarkan secara deduktif, yakni beranjak dari kaidah-kaidah lalu menuju pada contoh-contoh ilustrasinya
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka pendekatan  tes bahasa yang berkembang pada saat itu  mengisyaratkan pemakaian karya sastra. Karya sastra dalam hal ini dianggap merupakan pemakaian bahasa yang ideal dari penuturnya sehingga  evaluasi terhadap penguasaan bahasa seseorang dengan menggunakan tes bahasa dilakukan dengan menggunakan teks karya sastra. Kemudian bentuk tes bahasa yang dikembangkan adalah  penerjemahan dan atau penulisan esai. Dalam perkembangannya, tes bahasa dengan prinsip-prinsip, model, dan karakter seperti ini disebut pendekatan esai dan  terjemahan.

2.3.2 Pendekatan Deskrit
Dalam pendekatan ini, istilah diskret oleh Savignon (1983) digunakan untuk menggambarkan dua  aspek yang berbeda dalam tes bahasa, yakni (1) isi atau tugas, dan (2) model jawaban dan penyekoran jawaban.
Dari segi isi atau tugas, tes dengan pendekatan ini menyangkut satu aspek kebahasaan saja pada satu kesempatan pengetesan, misalnya aspek fonologi, morfologi, sintaksis, atau kosa-kata saja. Tiap satu butir soal hanya dimaksudkan untuk mengukur satu aspek kebahasaan saja.  Dari segi model jawaban, tes dengan pendekatan ini berupa penjodohan (matching), benar-salah (true-flase), pilihan ganda (multiple choiche), atau mengisi kotak kosong yang disediakan dengan jawaban yang sudah tersedia pada kolom lain. Dari segi penyekoran jawaban, model jawaban yang seperti itu sangat memudahkan guru atau korektor dalam memberikan penilaian. Penyekoran berdasarkan model jawaban seperti itu memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Dengan bantuan komputer misalnya, penyekoran jawaban hampir 100% tidak diragukan lagi keakuratannya.
2.3.3 Pendekatan Integratif
Menurut Carroll (1961) disebut  pendekatan integratif. Jika dalam pendekatan diskret, aspek-aspek kebahasaan dan kemampuan berbahasa itu diperlakukan secara terpisah, maka dalam pendekatan integratif aspek-aspek bahasa dan kemampuan berbahasa itu dicakup secara bersamaan.
Menurut Oller (1979) jika dalam tes diskret hanya diujikan satu aspek kebahasaan saja pada satu waktu, maka dalam tes integratif berusaha diukur beberapa aspek kebahasaan secara bersamaan.  Prinsip ini sesuai dengan pandangan  psikologi Gestalt yang intinya “bahwa tingkah laku itu dipelajari sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan atau “gestalts”.
Berdasarkan pandangan ini, maka tes integratif tidak secara khusus mengeteskan salah satu aspek kebahasaan seperti fonologi, morfologi, sintaksis, atau kosa kata, atau salah satu dari kemampuan berbahasa  seperti membaca, menulis, berbicara, atau menyimak, melainkan sebuah tes dalam satu waktu meliputi beberapa aspek kebahasaan dan kemampuan berbahasa sekaligus.
2.3.4 Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik pada awalnya digunakan dalam kaitannya dengan teori tentang kemampuan memahami berdasarkan kemampuan tata bahasa pragmatik (pragmatic expectancy grammar).  Kemampuan itu merupakan kemampuan untuk memahami teks atau wacana, tidak hanya dalam konteks linguistic melainkan juga dengan memanfaatkan kemampuan pemahaman unsur-unsur ekstra linguistik (seluk beluk bidang yang dibahas dalam teks bacaan.

2.3.5 Pendekatan Komunikatif
Tes bahasa komunikatif  adalah tes yang melibatkan konsep kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif adalah suatu kompetensi yang melihat kemampuan pelajar tidak hanya kemampuan membentuk kalimat yang benar tetapi juga menggunakannya secara tepat.
Tes bahasa secara komunikatif bertujuan untuk mengukur bagaimana orang yang diuji mampu menggunakan bahasa di dalam situasi kehidupan nyata.

2.4  Evaluasi
Di dalam daftar kumulatif istilah, kata evaluation dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan kata “penilaian” tahap “evaluation”, “teknik penilaian “evaluation Technique’.” Namun demikian dalam tulisan ini kata penilaian tidak digunakan sebab kata itu juga digunakan sebagai terjemahan untuk rating, misalnya pada istilah skala penilaian  ‘rating scale’. Di samping istilah “evaluasi” telah lebih dikenal dan digunakan dalam bidang pendidikan : Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), evaluasi hasil belajar dan sebagainya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003 kata evaluasi berarti penilaian
Menurut Roestiyah N.K. dalam bukunya Masalah-Masalah Ilmu Keguruan menyebutkan pengertian evaluasi adalah sebagai berikut :
Evaluasi adalah proses memahami atau memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan.
Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Bloom dalam membahas evaluasi lebih menekankan pada perubahan yang terjadi pada siswa sesudah mengikuti suatu kegiatan belajar (Bloom, 1981). Ia mendefinisikan evaluasi sebagai suatu kegiatan pengumpulan bukti  ‘evidence’ secara sistematik untuk melihat apakah siswa telah mengalami perubahan perilaku serta bagaimana atu beberapa besarnya perubahan itu. Perubahan perilaku itu dihubungkan dengan tujuan pengajaran yang menyangkut ranah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Grondlund memandang evaluasi sebagai suatu proses sistematik yang mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menafsirkan informasi untuk menentukan keberhasilan siswa dalam upaya pencapaian hasil belajarnya. Kegiatan evaluasi akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kualitas pencapaian hasil: apakah baik, memuaskan, memadai, dan seterusnya.
2.5 Pengukuran
Di dalam kegiatan evaluasi kita dapat menggunakan berbagai teknik evaluasi diantaranya teknik pengukuran. Yang dimaksud dengan pengukuran disini adalah proses untuk  mendapatkan pemerian kuantitatif mengenai tinggi rendahnya pencapaian seseorang dalam suatu tingkah laku tertentu. Dengan demikian hasil pengukuran seslau berbentuk angka, seperti pada pernyataan, “Amara dapat menjawab dengan benar 85 % di antara 50 soal yang diberikan”, untuk mendapatkan angka tersebut digunakan alat ukur. Alat ukur ada yang bersifat verbal menggunakan bahasa sebagai media utamanya, misalnya timbagan badan, thermometer, dan sebagainya). Alat ukur yang banyak digunakan di dalam bidang pendidikan adalah tes.

2.6  Tes
            Seperti telah disinggung di atas tes merupakan sejenis alat ukur untuk memperoleh gambaran kuantitatif tentang perilaku seseorang. Gronlund memabatasi pengertian tes sebagai suatu alat atau prosedur yang sistematik untuk mengukur contoh ‘sample’ suatu  perilaku (Gronlund, 1985). Berdasarkan suatu tes guru mendapatkan informasi tentang hasil belajar siswa. Hasil belajar tersebut mungkin berwujud perbandingan hasil belajar siswa yang lain atau dalam hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Ringkasnya, tes menjawab pertanyaan ‘seberapa kemampuannya?’.
            Di dalam proses belajar mengajar tes merupakan suatu alat ukur yang palaing banyak dipakai. Tujuan pemakaiannya juga bermacam-macam. Untuk itu dikembangkanlah bermacam-macam tes, baik tes oleh suatu badan resmi, maupun oleh guru kelas.
2.7 Prinsip-Prinsip Evaluasi
          Evaluasi adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai berapa jauh kemampuan yang dapat dicapai oleh siswa dalam proses belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan tersebut sebelumnya sudah ditetapkan secara operational. Selanjutnya juga ditetapkan patokan pengukuran hingga dapat diperoleh penilaian (value judgement), Karena itu dalam evaluasi diperlukan prinsip-prinsip sebagai petunjuk agar dalam pelaksanaan evaluasi dapat lebih efektif. Prinsip-prinsip itu antara lain:
a. Kepastian dan kejelasan
           Dalam proses evaluasi maka kepastian dan kejelasan yang akan dievaluasi menduduki urutan pertama. Evaluasi akan dapat dilaksanakan apabila tujuan evaluasi tidak dirumuskan dulu secara jelas dalam. definisi yang operational. Bila kita ingin mengevaaluasi kemajuan belajar siswa maka pertama-tama kita identifikasi dan kita definisikan tujuan-tujuan instruksional pengajaran dan barulah kita kembangkan alat evaluasinya.
             Dengan demikian efektifitas alat evaluasi tergantung pada deskripsi yang jelas apa yang akan kita evaluasi. Pada umumnya alat evaluasi dalam pendidikan terutama pengajaran berupa test. Test ini mencerminkan karakteristik aspek yang akan diukur. Kalau kita akan mengevaluasi tingkat intelegensi siswa, maka komponen-komponen intelegensi itu harus dirumuskan dengan jelas dan kemampuan belajar yang dicapai dirumuskan dengan tepat selanjutnya dikembangkan test sebagai alat evaluasi. Dengan demikian keberhasilan evaluasi lebih banyak ditentukan kepada kemampuan guru (evaluator) dalam merumuskan/mendefinisikan dengan jelas aspek-aspek individual ke dalam proses pendidikan.
b. Teknik evaluasi
           Teknik evaluasi yang dipilih sesuai dengan tujuan evaluasi. Hendaklah diingat bahwa tidak ada teknik evaluasi yang cocok untuk semua keperluan dalam pendidikanl Tiap-tiap tujuan (pendidikan) yang ingin dicapai dikembangkan tekmk evaluasi tersendiri yang cocok dengan tujuan tersebut. Kecocokan antara tujuan evaluasi dan teknik yang diguna¬kan perlu dijadikan pertimbangan utama.
c. Komprehensif
           Evaluasi yang komprehensif memerlukan tehnik bervariasi. Tidak adalah teknik evaluasi tunggal yang mampu mengukur tingkat kemampuan siswa dalam belajar, meskipun hanya dalam satu pertemuan jam pelajaran. Sebab dalam kenyataannya tiap-tiap teknik evaluasi mempunyai keterbatasan-keterbatasan tersendiri. Test obyektif misalnya akan memberikan bukti obyektif tentang tingkat kemampuan siswa.
           Tetapi hanya memberikan informasi sedikit dari siswa tentang apakah ia benar-benar mengerti tentang materi tersee. but, apakah sudah dapat mengembangkan ketrampilan berfikirnya, apakah akan dapat mengubah / mengembangkan sikapnya apabila menghadapi situasi yang nyata dan sebagainya. Lebih-lebih pada test subyektif yang penilaiannya lebih banyak tergantung pada subyektivitas evaluatornya.
             Atas dasar prinsip inilah maka seyogyanya dalam proses belajar-mengajar, untuk mengukur kemampuan belajar siswa digunakan teknik evaluasi yang bervariasi. Bob Houston seorang ahli evaluasi di Amerika Serikat (Texas) menyarankan untuk mendapatkan hasil yang lebih I obyektif dalam evaluasi, maka variasi teknik tidak hanya dikembangkan dalam bentuk pengukuran kuantitas saja. Evaluasi harus didasarkan pula data kualitatif siswa yang diperoleh dari observasi guru, Kepala Sekolah, catatan catatan harian dan sebagainya.

d. Kesadaran adanya kesalahan pengukuran
           Evaluator harus menyadari keterbatasan dan kelemahan dalam teknik evaluasi yang digunakan. Atas dasar kesadaran ini, maka dituntut untuk lebih hati-hati dalam kebijakan-kebijakan yang diambil setelah melaksanakan evaluasi. Evaluator menyadari bahwa dalam pengukuran yang dilaksanakan, hanya mengukur sebagian (sampel) saja dari suatu kompleksitas yang seharusnya diukur, lagi pula pengukuran dilakukan hanya pada saat tertentu saja. Maka dapat terjadi salah satu aspek yang sifatnya menonjol yang dimiliki siswa tidak termasuk dalam sampel pengukuran.
            Inilah yang disebut sampling error dalam evaluasi. Sumber kesalahan (error) yang lain terletak pada alat/instrument yang digunakan dalam proses evaluasi. Penyusunan alat evaluasi tidak mudah, lebih-Iebih bila aspek yang diukur sifatnya komplek. Dalam skoring sebagai data kuantitatif yang diharapkan dapat mencerminkan objektivitas, tidak luput dari “error of measurement”. Test obyektif tidak luput dari guessing, main terka, untung-untungan, sedangtest essai subyektivitas penilai masuk di dalamnya. Karena itu dalam laporan hasil evaluasi, evaluator perlu melaporkan adanya kesalahan pengukuran ini. Pengukuran dengan test, kesalahan pengukuran dapat ditunjukkan dengan koefisien kesalahan pengukuran.

e. Evaluasi adalah alat, bukan tujuan
              Evaluator menyadari sepenuhnya bahwa tiap-tiap teknik evaluasi digunakan sesuai dengan tujuan evaluasi. Hasil evaluasi yang diperoleh tanpa tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang, bahkan merugikan anak didik. Maka dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu ialah tujuan evaluasi, baru dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan digunakan dan selanjutnya disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sampai terbalik, sebab tanpa diketahui tujuan evaluasi data-yang diperoleh akan sia-sia. Atas dasar pengertian tersebut di atas maka kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambil dirumuskan dulu dengan jelas sebelumnya dipilih prosedur evaluasi yang digunakan dengan demikian.

3.        Simpulan
             Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
             Hasil evaluasi yang diperoleh tanpa tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang, bahkan merugikan anak didik. Maka dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu ialah tujuan evaluasi, baru dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan digunakan dan selanjutnya disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sampai terbalik, sebab tanpa diketahui tujuan evaluasi data-yang diperoleh akan sia-sia.









Daftar Pustaka
Akhadiah, Sarbati. 1988.  Evaluasi Dalam pengajaran Bahasa. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rokhan, Martutik. 1991. Evaluasi pengajaran Bahasa Indonesia. Malang.YA3 

Penyajian Data dan Distribusi Frekuensi



PENYAJIAN DATA DAN DISTRIBUSI FREKUENSI
Oleh Mukardi


A.      PENYAJIAN DATA

Data yang sudah diolah, agar mudah dibaca dan dimengerti oleh orang lain atau pengambil keputusan, perlu disajikan ke dalam bentuk-bentuk tertentu.
Penyajian data memiliki fungsi antara lain :
1)      Menunjukkan perkembangan suatu keadaan.
2)      Mengadakan perbandingan pada suatu waktu.
Penyajian data dapat dilakukan  melalui bentuk tabel dan grafik

1.    Tabel Data
Tabel data disingkat tabel adalah penyajian data dalam bentuk kumpulan angka yang dususun menurut kategori-kategori tertentu, dalam suatu daftar. Dalam tabel, data disusun dengan cara alfabetis, geografis, menurut besarnya angka, historis, atau menurut kelas-kelas yang lazim.
Sebuah tabel memuat bagian-bagian sebagai berikut:
a)        Kepala Tabel
Kepala tabel memuat:
1)      Nomot tabel
2)      Judul tabel (mungkin termasuk tahun dan/atau unit).
b)        Leher tabel
Leher tabel memuat keterangan atau judul kolom (mungkin termasuk unit yang harus ditulis singkat dan jelas)
c)        Badan tabel
        Badan tabel memuat data (mungkin termasuk tahun)
d)        Kaki tabel
        Kaki tabel memuat:
1)      Keterangan –keterangan tambahan
2)      Sumber data, yaitu sumber yang menjelaskan dari mana data itu dikutip atau diambil.


Contoh :

TABEL 2.1 HARGA BEBERAPA KOMODITAS EKSPOR
                                    (Rp/kuintal)                                                           Kepala

Nama Komoditas
Tahun
1977
1979
1981
Karet
Kopi
The
Kopra
28.464
126.438
72.167
20.611
68.726
125.431
68.333
25.109
57.556
78.780
69.375
26.736
Jumlah
247.680
287.599
232.447
            Leher




            Badan
Sumber: Statistik Indonesia. 1982. BPS                                                 kaki

Didasarkan atas pengaturan datanya, tabel dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu  tabel frekuensi, tabel klasifikasi, tabel kontigensi, an tabel korelasi.
a.       Tabel frekuensi adalah tabel yang menunjukkan atau memuat banyaknya kejadian atau frekuensi dari suatu kejadian.
Contoh:
TABEL 2.2  HASIL ULANGAN STATISTIK

Nilai
Jumlah Mahasiswa
45 – 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 – 69
70 – 74
75 – 79
80 – 84
85 - 89
3
5
6
8
12
15
10
7
4
Jumlah
70

b.      Tabel Klasifikasi
Tabel Klasifikasi adalah tabel yang menunjukkan atau memuat pengelompokan data. Tabel klasifikaasi dapat berupa tabel klasifikasi ganda.
Contoh:
TABEL 2.3  JUMLAH KAMBING DI KOTA Y
TAHUN 2000 MENURUT JENISNYA
Jenis
Jumlah
Jantan
Betina
57
345
Jumlah
402

Sumber: Dinas Peternakan kota Y

c.       Tabel Kontigensi
Tabel kontingensi adalah tabel yang menunjukkan atau memuat data sesuai dengan rinciannya. Apabila bagian baris berisikan m baris dan bagan kolom tabel berisikan n kolom maka didapatkan tabel kontigensi berukuran m x n.
Contoh:
TABEL 2.4 PRODUKSSI MINYAK MENTAH OPEC, UNI SOVIET, DAN DUNIA TAHUN 1975 – 1979
(dalam jutaan barel)
Tahun
OPEC
Uni Soviet
Dunia
Jumlah
1975
1976
1977
1978
1979
9.934
11.240
11.468
10.914
11.205
3.600
3.822
4.013
4.204
4.307
20.174
21.831
22.672
22.897
23.666
33.708
36.893
38.153
38.015
39.170
Jumlah
54.761
19.946
111.240
185.947

Sumber:  Petroleumi, April 1981

d.      Tabel Korelasi
Tabel korelasi adalah tabel yang menunjukkan atau memuat adanya korelasi ( hubungan) antara data yang disajikan.



Contoh:

TABEL  2.5 HASIL UJIAN STATISTIK  DAN AKUTANSI 100 MAHASISWA DI SUATU PERGURUAN TINGGI
Nilai Akutansi
Nilai Statistik
40 - 49
50 – 59
60 – 69
70 – 79
80 – 89
90 – 99
90 – 99
80 – 89
70 – 79
60 – 69
50 – 59
40 – 49



1
3
3



4
6
5

1
5
9
6
4
2
4
10
5
2
4
6
8
2
4
5
1

2.  Grafik data
Grafik data, disebut juga diagram data, adalah penyajian data dalam bentuk gambar-gambar. Grafik data biasanya berasal dari tabel, karena itu tabel dan grafik biasanya dibuat secara bersama-sama, yaitu tabel dilengkapi dengan grafik. Grafik data sebenarnya merupakan penyajian data secara visual dati data bersangkutan. Grafik data dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu;
a.       Piktogram
Pictogram adalah grafik data yang menggunakan gambar atau lambang dari data itu sendiri dengan skala tertentu.
b.      Grafik batang atau balok
Grafik Batang atau Balok adalah grafik data berbentuk persegi panjang yang lebarnya sama dan dilengkapi dengan skala atau ukuran sesuai dengan data yang bersangkutan. Setiap batang (persegi panjang) tidak boleh saling menempel atau melekat antara satu dengan yang lainnya dan jarak antara setiap batang yang berdekatan harus sama. Susunan dari batang-batang tersebut boleh tegak atau mendatar.



Contoh :
Data kecelakaan lalu lintas di kota A dari tahun 1991 sampai 1995 sebagai berikut:
Tahun
1991
1992
1993
1994
1995
Jumlah Kecelakaan
400
300
425
350
250

c.       Diagram Lingkaran
Grafik lingkaran adalah grafik data berupa lingkaran yang telah dibagi menjadi juring-juring sesuai dengan data tersebut. Bagian-bagian dari keseluruhan data tersebut dinyatakan dalam presen. Untuk membuat grafik ligkaran, biasanya dipakai dua cara yaitu:
1)      Membagi keliling lingkatan menurut data-data yang ada.
2)      Membagi lingkaran menurut data yang ada dengan menggunakan busur derajat.
Contoh:
Menurut laporan Kelapa SMA X dari 300 lulusan sekolahnya tahun 1994 tercatat sebagai berikut:
1)      180 orang diterima kuliah di perguruan tinggi negeri,
2)      60 orang diterima kuliah di perguruan tinggi swasta,
3)      40 orang kerja di kantor-kaantor,
4)      Sisanya masih mengangggur.
Dalam bentuk grafik lingkaran, data di atas digambarkan sebagai berikut:
                 Gambar grafik lulusan SMA X tahun 1984
                 Untuk mencari besar sudut tiap-tiap juring atau %, caranya sebagai berikut:
1)      Sudut untuk kuliah di perguruan tinggi negeri
=  180/300  X 3600  = 2160
= 180/300  X 100 %  = 60 %
2)      Sudut untuk kuliah di perguruan tinggi swasta
=  60/300  X 3600    = 720
= 60/300  X 100 %     = 20 %
3)       Sudut untuk yang bekerja
= 40/300  X 3600      = 480
= 40/300  X 100 %     = 13,33 %
4)      Sudut untuk yang menganggur
= 20/300  X 3600   = 240
= 20/300  X 100 %  = 6,67 %



B.       DISTRIBUSI FREKUENSI
1.        Pengertian Distribusi Frekuensi
Data yang telah diperoleh dari suatu penelitian yang masih berupa data acak atau data mentah dapat dibuat menjadi data yang berkelompok, yaitu data yang telah disusun ke dalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang memuat data berkelompok disebut distribusi frekuensi atau table frekuensi. Jadi, distribusi frekuensi adalah susunan data menurut kelas-kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu dalam sebuah daftar.
Dari distribusi frekuensi, dapat diperoleh keterangan atau gambaran sederhana dan sistematis dari data yang diperoleh.
2.        Bagian-bagian distribusi frekuensi
Sebuah distribusi frekuensi akan memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
1)      Kelas-kelas (class)
Kelas adalah kelompok nilai data atau variabel.
2)      Batas Kelas (class limits)
Batas kelas adalah nilai-nilai yang membatasi kelas yang satu dengan kelas yang lain. Terdapat dua batas kelas, yaitu:
a)      Batas kelas bawah (over class limits), terdapat dideretan sebelah kiri setiap kelas.
b)      Batas kelas atas (upper class limits) terdapat di deretan sebelah kanan setiap kelas.
Batas kelas merupakan batas  semu dari setiap kelas, karena diantara kelas yang satu dengan kelas yang lain masih terdapat lubang tempat angka-angka tertentu.
3)      Tepi kelas (class boundry/real limits/true class limits)
Tepi kelas disebut juga batas nyata kelas, yanitu batas kelas yang tidak memiliki lubang untuk angka tertentu antara kelas yang satu dengan kelas yang lain. Terdapat dua tepi kelas, yaitu:
a)      Tepi bawah kelas atau batas bawah kelas bawah sebenarnya.
b)      Tepi atas kelas atau batas kelas atas sebenarnya.
Penentuan tepi bawah kelas dan tepi atas kelas bergantung pada keakuratan pencatatan data. Misalnya, data dicatat dengan ketelitian sampai satu decimal, maka rumus tepi bawah kelas dan tepi atas kelas ialah sebagi berikut:
a)      Tepi bawah kelas = batas bawah kelas – 0,5
b)      Tepi atas kelas = batas atas kelas + 0,5
4)      Titik tengah kelas atau tanda kelas (class mid point, class mark)
Titik tengah kelas adalah angka atau nilai data yang tepat terletak di tengah suatu kelas. Titik tengah kelas merupakan nilai data yang tepat terletak di tengah suatu kelas. Titik tengah kelas merupakan nilai yang mewakili kelasnya.
Titik tengah kelas = ½ (batas atas + batas bawah ) kelas.
5)      Interval kelas (class interval)
Interval kelas adalah selang yang memisahkan kelas yang satu dengan kelas yang lain.
6)      Panjang interval kelas atau luas kelas (interval size)
Panjang interval kelas adalah jarak antara tepi atas kelas dan tepi bawah kelas.
7)      Frekuensi kelas (class frequency)
Frekuensi kelas adalah banyaknya data yang termasuk ke dalam kelas tertentu.
Contoh:
TABEL 3.1 MODAL PERUSAHAAN “X”
Modal (jutaan Rp)
Frekuensi
50 – 59
60 – 69
70 – 79
80 – 89
90 – 99
16
32
20
17
15
Jumlah
100

Dari distribusi frekuensi di atas:
(1)   Banyaknya kelas adalah 5
(2)   Batas kelas-kelas adalah50, 59, 60, 69, ……….
(3)   Batas bawah kelas-kelas adalah 50, 60, 70, 80, 90.
(4)   Batas atas kelas-kelas adalah 59, 69, 79, 89, 99.
(5)   Batas nyata kelas-kelas adalah 49,5; 59,5; 69,5; 79,5; ….
(6)   Tepi bawah kelas-kelas adalah 49,5; 59,5; 69,5; 79,5; 89,5.
(7)   Tepi atas kelas-kelas adalah 59,5; 69,5; 79,5; 89,5; 99,5
(8)   Tepi atas kelas-kelas adalah 54,5; 64,5; 74,5; 84,5; ……
(9)   Interval kelas-kelas adalah 50 – 59, 60 – 69, 70 – 79, 80 – 89, 90 – 99.
(10)                       Panjang interval kelas-kelas masing-masing 10.
(11)                       Frekuensi kelas-kelas adalah 16, 32, 20, 17 dan 15.

3.        Penyusunan distribusi frekuensi
Distribusi frekuensi dapat dibuat dengan mengikuti pedoman sebagai berikut:
1)      Mengurutkan data dari yang terkecil ke yang terbesar.
2)      Menentuan jangkauan (range) dari data.
Jangkauan = data terbesar – data terkecil
3)      Menentukan banyaknya kelas (k).
Banyaknya kelas ditentukan dengan rumus sturgess
k  = 1 + 3,3 log n ;  k   bilangan bulat
Keterangan:
k   =  banyaknya kelas
n  =  banyaknya data
Hasilnya dibulatkan, biasanya keatas.
4)      Menentukan panjang interval kelas.
Jangkauan ( R )
Panjang interval kelas ( i )  =
                                                Banyaknya kelas ( k )

5)      Menentukan batas bawah kelas pertama.
Batas bawah kelas pertama biasanya dipilih dari data terkecil atau data terkecil yang berasal dari pelebaran jangkauan ( data yang lebih kecil dari data terkecil) dan selisihnya harus kurang dari panjang interval kelasnya.
6)      Menuliskan frekuensi kelas secara melidi dalam kolom turus atau tally ( sistem turus ) sesuai banyaknya data.

Beberapa catatan tentang penyususnan distribusi frekuensi
1)      Pada pembuatan distribusk frekuensi, perlu dijaga jangan sampai ada data yang tidak dimasukkan ke dalam kelas atau ada data yang masuk ke dalam dua kelas yang berbeda.
2)      Titik tengah diusahakan bilangan bulat/tidak pecahan.
3)      Nilai frekuensi diusahakan tidak ada yang nol.
4)      Dalam menentukan banyaknya kelas ( k ), diusahakan:
a)      Tidak terlalu sedikit, sehingga pola kelompok kabur;
b)      Banyaknya kelas berkisar 5 sampai 15 buah;
c)      Jika jangkauan terlalu besar aka banyaknya kelas antara 10 sampai 20
5)      Cara lain dalam menetapkan banyaknya kelas adalah:
a)      Memilih atau menetapkannya sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan;
b)      Menggunakan rumus
          R
K  =            +  1
          i
Keerangan:
R  = jangkauan
i   = panjang interval kelas
            Cara tersebut dipakai dengan mencoba menetapkan terlebih dahulu panjang interval kelasnya ( i ).

Contoh Soal:
Dari hasil pengukuran diameter pipa-pipa yang dibuat oleh sebuah mesin (dalam mm terdekat) diperoleh data sebagai berikut:
            78     72     74     79     74     71     75     74     72     68
            72     73     72     74     75     74     73     74     65     72
            66     75     80     69     82     73     74     72     79     71
            70     75     71     70     70     70     75     76     77     67
            Buatlah distribusi frekuensi dari data tersebut:
            Penyelesaian:
a)      Urutan data:
65        66        67        68        69        70        70        70        70        71
71        71        72        72        72        72        72        72        73        73
73        74        74        74        74        74        74        74        75        75
75        75        75        76        77        78        79        79        80        82

b)      Jangkauan  ( R ) =  82 – 65  = 17
c)      Banyaknya kelas (k) adalah
K  =  1  +  3,3 log 40
     = 1  + 5,3   = 6,3  = 6
d)     Panjang interval kelas (i ) adalah
       15
            i  =       = 2,5 = 3
                    6
e)      Batas  kelas pertama adalah 65 ( data terkecil)
f)       Tabelnya:



TABEL : 3.2.  PENGUKURAN DIAMETER PIPA ( SATUAN MM)
Diameter
Turus
Frekuensi
65 – 67
68 – 70
71 – 73
74  – 76
77  -  79
80  -  82
III
IIII
IIII IIII II
IIII IIII III
IIII
II
3
6
12
13
4
2
JUMLAH

40



Daftar Pustaka

Hasan, Iqbal. 2002 Pokok-pokok Materi Statistik 1, Edisi kedua.Jakarta: Bumi Aksara
Yusi, Syahirman, dkk. 2010. Statistika Untuk Ekonomi Dan Pendidikan Palembang: Citra Book Indonesia.