PERUBAHAN BAHASA
Makalah disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
SOSIOLINGUISTIK
Dosen Pengampu
1.Prof. Dr. Rusman Roni, M.Pd
2.Dra. Hj.Yenny Puspita, M.Pd
Disusun oleh
HALIJAH
MUKARDI
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA
INDONESIA
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
2013
PERUBAHAN BAHASA
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan alat
komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan pesan yang ada dalam
pikirannya ke dalam bentuk lisan maupun tulisan. Secara internal bahasa dapat
dikaji melalui struktur fonologi, morfologi, sintaksis, sampai struktur
wacananya. Sedangkan kajian secara eksternal berkaitan dengan faktor-faktor
yang ada di luar bahasa, seperti faktor sosiolinguistik, psikolinguistik, seni,
dan sebagainya. Kajian eksternal bahasa melahirkan disiplin baru yang merupakan
kajian antara dua bidang ilmu atau
lebih. Seperti sosiolinguistik yang merupakan kajian antara sosiologi dan
linguistik, psikolinguistik merupakan kajian psikologi dan linguistik, neurolinguistik
merupakan kajian antara neurologi dan linguistik.
Dalam pengguna bahasa tersebut,
belakangan ahli bahasa dalam pengguna bahasa tidak
hanya dapat mengamati bagaimana
sebuah bahasa terdistribusi di masyarakat,
tetapi juga bagaimana sebuah perubahan
terjadi dalam suatu bahasa.
Dewasa ini adanya perubahan
bahasa ditinjau dari pandangan tradisional, perubahan – perubahan yang sedang
terjadi dan mekanisme perubahan, para
ahli banyak yang memperdebatkan masalah perubahan bahasa, apakah dapat diamati
atau tidak.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah
ini adalah bagaimana perubahan bahasa
ditinjau dari perubahan yang sedang terjadi, pandangan tradisional, dan
mekanisme perubahan itu sendiri.
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini
adalah mendeskripsikan perubahan bahasa,
mekanisme, dan pandangan tradisional tentang perubahan bahasa.
2. PEMBAHASAN
2.1 Perubahan Bahasa
(Wadhaught dalam
Chaer) menyatakan bahawa perubahan bahasa itu tidak dapat diamati, sebab
perubahan itu sudah menjadi sifat hakiki bahasa, berlangsung dalam waktu yang
relatif lama, sehingga tidak mungkin diobservasi oleh seseorang dalam waktu
yang terbatas. Namun yang dapat diketahui adalah bukti adanya perubahan bahasa itu.
Inipun terbatas pada bahasa-bahasa yang mempunyai tradisi tulis, dan mempunyai
dokumen tertulis dari masa-masa yang sudah lama berlalu.
Perubahan bahasa lazim
diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya direvisi, kaidahnya
menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semuanya itu dapat terjadi pada
semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik maupun
leksikon.
Pada bahasa-bahasa
yang mempunyai sejarah panjang tentu perubahan-perubahan itu sudah terjadi
berangsur dan bertahap.
Menurut Sausure (1959) dan
Bloon Fleld (1913) yang dapat kita lakukan adalah mengamati akibat dari perubahan bahasa
tersebut. Akibat yang terutama dari perubahan bahasa, adanya perbedaan terhadap struktur bahasa tersebut, para ahli
bahasa awalnya mengamati perubahan bahasa dalam bentuk adanya variasi bahasa.
2.1.1 Perubahan Fonologi
Chaer (2004:137) Perubahan fonologis dalam bahasa Inggris ada juga yang
berupa penambahan fonem. Bahasa Inggris kuno
dan pertengahan tidak mengenal fonem /z/. lalu ketika terserap kata-kata
seperti azure, measure, rouge dari bahasa prancis, maka fonem /z/
tersebut ditambahkan dalam khazanah fonem bahasa inggris. Perubahan bunyi dalam
sistem fonologi bahasa Indonesiapun dapat kita lihat. Sebelum berlakunya EYD,
fonem /f/, /x/, dan /s/ belum dimasukan dalam khazanah fonem bahasa Indonesia;
tetapi kini ketiga fonem itu telah menjadi bagian khazanah bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia lama hanya mengenal empat pola silabel, yaitu V, VK, KV, dan
KVK; tetapi kini pola KKV, KKVK, KVKK telah pula menjadi pola silabel dalam
bahasa Indonesia.
2.1.2
Perubahan Morfologi
Chaer (2004: 137) Perubahan bahasa dapat juga terjadi dalam bidang
morfologi yakni dalam proses pembentukan kata. Umpamanya, dalam bahasa
Indonesia ada proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan prifeks me- da pe-. Kaidahnya adalah: (1) apabila kedua
prifeks itu diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /I/, /r/, /w/,
dan /y/ tidak terjadi penasalan; (2) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai
dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /na/; (3) kalau diimbuhkan pada kata
yanmg dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/; (4) kalau diimbuhkan pada kata
yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/; dan bila diimbuhkan pada
kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/, dan semua vokal diberi nasal /ng/.
2.1.3
Perubahan Sintaksis
Chaer (2004: 138) Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia
juga dapat kita saksikan. Umpamanya, menurut kaidah sintaksis yang berlaku sebuah
kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek; atau dengan rumusan lain,
setiap kata kerja aktif transitif harus selalu diikuti oleh objek. Tetapi
dewasa ini kalimat aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti:
-
Reporter anda melaporkan dari tempat kejadian.
-
Pertunjukan itu sangat mengecewakan.
-
Sekretaris itu sedang mengetik di ruangannya.
-
Dia mulai menulis sejak duduk di bangku SMP.
-
Kakek sudah makan, tetapi belum minum.
2.1.4
Perubahan Kosakata
Chaer (2004: 139) Perubahan bahasa yang paling mudah terlihat adalah
pada bidang kosakata. Perubahan kosakata dapat berarti bertambahnya kosakatanya
baru, hilangnya kosakata lama, dan berubahnya makna kata. Bahasa inggris yang
diperkirakan memiliki lebih dari 60.000 kosakata adalah “berkat” penambahan
kata-kata baru dari berbagai sumber bahasa lain, yang telah berlangsung sejak
belasan abad yang lalu. Sedangkan bahasa Indonesia yang kabarnya dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia memiliki sekitar 65.000 kosakata (dalam kamus
poerwadarminta hanya terdapat 23.000 kosakata) adalah juga berkat tambahan
berbagai sumber, termasuk bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa nusantara.
2.1.5
Perubahan Semantik
Chaer (2004: 141) Perubahan semantik yang umumnya adalah berupa
perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, meluas,
atau juga menyempit. Perubahan yang bersifat total, maksudnya, kalau pada waktu
dulu kata itu, mialnya, bermakna ‘A’, maka kini atau kemudian menjadi bermakna
‘B’.
Perubahan
makna yang sifatnya meluas (broadening), maksudnya dulu kata tersebut
hanya memiliki satu makna, tetapi kini memiliki lebih dari satu makna. Dalam
bahasa inggris kata holiday asalnya hanya bermakna ‘hari sucu (yang
berkenaan dengan agama)’, tetapi kini bertambah dengan makna ‘hari libur’,.
Perubahan makna yang
menyempit, artinya kalau pada umumya kata itu memiliki makna yang luas, tetapi
kini menjadi lebih sempit maknanya. Umpamanya, kata sarjana dalam bahasa
Indonesia pada mulanya bermakna ‘orang cerdik pandai’, tetapi kini hanya
bermakna ‘orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi’.
Dalam pengguna bahasa tersebut,
belakangan ahli bahasa dalam pengguna bahasa tidak
hanya dapat mengamati bagaimana
sebuah bahasa terdistribusi di masyarakat,
tetapi juga bagaimana sebuah perubahan
terjadi dalam suatu bahasa.
Perubahan bahasa yang terjadi
di dalam internal bahasa sendiri, yang menyebabkan perbedaan struktur
bahasa akibatnya dalam jangka waktu
tertentu sebuah kata diucapkan berbeda seperti pada kata dalam bahasa Inggris ada dua kata berbeda untuk menyebutkan kuda, horse dan hoarse. Dan
ada juga dua kata yang awalnya berasal dari satu kata seperti thin dan thing,
sehingga terjadi satu unit pengucapan
kata menjadi dua. Perubahan yang kedua
adalah perubahan yang hakekatnya
merupakan perubahan eksternal. Perubahan ini terjadi akibat adanya
peminjaman (borrrowing) daribahasa//dialek lain ke dalam sebuah bahasa. Dalam
bahasa Inggris contohnya adalah
pengucapan zh,ut\ dalam contoh mengucapkan jeanne. Beberapa bahasa di dunia
juga mengalami peminjaman dari bahasa
–bahasa lain, seperi bahasa hindu banyak meminjam dari bahasa Sansekerta, atau
bahasa Urdu dari bahasa Arab.
Peminjaman kadang kala terjadi tidak hanya kepada tataran pengucapan saja, tetapi juga
kepada tataran tata bahasa meskipun hal ini sangat terbatas.
2.2 Pandangan Tradisional
Perubahan bahasa yang terjadi
didalam internal bahasa sendiri, yang menyebabkan perbedaan struktur
bahasa. Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu sebuah kata diucapkan berbeda. Dalam bahasa Inggris, ada dua kata berbeda untuk
menyebut kuda, horse dan hoarse. Juga ada dua kata yang awalnya
berasal dari satu kata, thin dan thing. Sehingga terjadi satu
unit pengucapan kata menjadi dua.
Perubahan yang kedua adalah
perubahan yang hakikatnya merupakan perubahan eksternal.
Perubahan ini terjadi akibat adanya peminjaman (borrowing) dari
bahasa/dialek lain ke dalam sebuah bahasa. Dalam bahasa Inggris contohnya adalah pengucapan Zh untuk J dalam contoh
mengucapkan Jeanne.
Beberapa bahasa di dunia juga
mengalami pemijaman dari bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Hindi banyak
meminjam dari bahasa Sansakerta, atau bahasa Urdu dari bahasa Arab. Peminjaman
kadangkala terjadi tidak hanya kepada tataran pengucapan saja tetapi juga
kepada tataran tata bahasa meskipun hal ini sangat terbatas.
Pandangan tradisional terhadap
perubahan bahasa juga tertarik melihat “kekerabatan bahasa”/ ” keluarga bahasa”
dan hubungan antara bahasa-bahasa. Ahli bahasa merekonstruksi sejarah bahasa
yang saling berhubungan, yang memiliki kemiripan,
sehingga dapat melihat suatu saat di masa lalu ketika satu bahasa terpecah atau
hilang.
Pendekatan alternatif,
gelombang bahasa, lebih mudah digunakan dalam melihat perubahan bahasa. Dengan
pendekatan ini, perubahan bahasa yang timbul dilihat sebagai sebuah aliran dan
interaksi bahasa-bahasa. Meskipun tidak mudah untuk melihat aliran bahasa yang
masuk ke suatu bahasa. Ini merupakan jenis perubahan bahasa yang ketiga,
yaitu bahwa bahasa berkembang dan menyebar. Pengamatan mengenai perkembangan
bahasa ini disebut etimologi, yaitu kajian yang menyelidiki asal usul kata.
Dengan konsep “gelombang” dan
“difusi” bahasa, akan membantu kita memahami
proses perubahan bahasa. Konsep mengenai “keluarga/kekerabatan bahasa” melihat
akibat yang ditimbulkan dalam perubahan yang terjadi dalam sebuah bahasa.
2.3 Beberapa Perubahan Bahasa
yang sedang Berlangsung
Beberapa ahli bahasa mengamati
perubahan bahasa yang sedang terjadi. Misalnya, Chambers dan Trudgill (1980)
menjelaskan perkembangan pengucapan r uvular (pengucapan dengan anak
lidah) dalam bahasa Eropa Barat dan Eropa Utara. Dulu pengucapan r di
wilayah tersebut dengan apikal (menempelkan ke langit-langit) atau bergetar,
tetapi mulai abad ke-17 cara pengucapan r
uvular menyebar dari Paris menggantikan cara pengucapan r yang lain. Cara
pengucapan ini menjadi cara pengucapan standar di Perancis, Jerman, dan
Denmark, juga ditemukan di Belanda, Swedia, dan Norwegia.
Seorang ahli bahasa, Gimson
(1962) mengamati bahwa beberapa pengucapan huruf vokal diftong cenderung diucapkan
menjadi satu huruf vokal, contoh pada kata home. Gejala ini biasanya
terjadi pada lingkungan anak muda. Di AS, beberapa contoh ditemui,
misal: naughty à notti, caught à cot, dawn à don.
Dari contoh di atas dapat
diamati bahwa faktor usia, anak muda kecenderungan untuk menggunakan bahasa
yang berbeda dengan generasi yang lebih tua. Meksipun, faktor usia bukanlah
jaminan mengenai fenomena perubahan bahasa. Bukan jaminan, ketika sekelompok
anak muda menggunakan bahasa yang berbeda dengan mereka yang lebih tua, tetapi
kemungkinan pada kurun tertentu di masa ketika mereka menjadi lebih dewasa/tua
mereka tetap mempertahankan gaya bahasa mereka. Bisa jadi mereka akan
menggunakan bahasa sesuai dengan usia mereka. Untuk melihat fenomena ini, maka
metode penelitian survei cocok untuk diterapkan. Penelitian dilakukan kepada
penggunaan bahasa oleh sampel sekelompok anak muda, kemudian ketika mereka
berusia 20 – 30 tahun, penggunaan bahasa mereka di cek lagi apakah cenderung
sama atau berubah, dan hasilnya dibandingkan.
Penelitian yang membandingkan dua set data pada dua kurun waktu yang berbeda dilakukan
oleh Labov (1963) dalam hal pengucapan bahasa di Vineyard Martha, tiga mil dari Massachussets, penduduknya terdiri dari
orang Yankee, Portugis, dan Indian America. Penelitiannya berfokus kepada dua set kata: (1) out, house, dan trout
dan (2) while, pie, dan night.
Penelitian dilaksanakan pada tahun 1930. Variabel penelitian dua set, pertama (aw) untuk variabel (au ) atau (əu),
kedua (ay) untuk variabel (ai) atau (ei).
Pada tahun 1972, Labov
mempublikasikan temuannya. Penjelasan dari temuannya adalah penduduk asli
merasa lebih memiliki pulau mereka dengan menggunakan variabel pertama (aw) dan
(ay). Temuan tersebut mengindikasikan bahwa anak muda masih bebas untuk
memilih, di mana akan tinggal. Tidak seperti orang tua, yang merasa nyaman
dengan tempat tinggalnya, sehingga cenderung memilih penggunaan bahasa yang
berbeda dari pada ketika masih mudanya.
Labov juga mengamati perbedaan
pengucapan r oleh kelompok sosial kelas menengah yang cenderung lebih
“hiperkorektif” dalam mengucapkan r dengan pengucapan yang lebih jelas,
juga oleh laki-laki dari pada perempuan. Perempuan mulai mengucapkan r
dengan lebih jelas seperti halnya laki-laki. Hal ini mengindikasikan
bahwa kelas sosial yang lebih rendah telah menerima gaya bahasa yang formal.
Trudgill (1972) mengamati
perubahan bahasa yang sedang terjadi. Dia mengamati bahwa pekerja wanita lebih
suka mengucapkan (ng) dengan (n), contoh pada kata singing, wanita mengucapkan
(singin’) bukan (singing). Pengamatannya menghasilkan temuan
bahwa perubahan bahasa juga ditentukan oleh faktor gender.
Cheshire (1978) melakukan
penelitian di Reading, Inggris. Dia menemukan bahwa anak laki-laki dari
strata kelas sosial bawah lebih sering menggunakan sintaksis bahasa yang tidak
standar dari pada anak perempuan. Gejala ini menunjukkan, adanya “solidaritas”
dalam penggunaan bahasa.
Penelitian-penelitian di atas
mengarahkan kita untuk membatasi area yang mengakibatkan perubahan bahasa. Yang
memotivasi perubahan bahasa dapat beragam, mulai dari: mencoba menjadi warga
kelas “yang lebih tinggi” atau sebaliknya “lebih rendah”, agar tidak dianggap
“orang asing”, atau agar dianggap memiliki jiwa “solidaritas”. Wanita juga
dianggap cukup aktif dalam membawa perubahan bahasa, meskipun laki-laki juga
bisa.
2.4 Mekanisme
Perubahan
Menurut Labov (1972) ada
beberapa mekanisme dasar dalam perubahan bahasa. Mekanisme yang memiliki tiga belas tahapan, dan Labov menyebut delapan tahapan pertama
sebagai “perubahan
dari bawah”, sementara lima sisanya disebut sebagai “perubahan dari atas”. Berikut ketiga belas tahapan tersebut:
1. Bunyi berubah biasanya bermula
ketika penggunaan bahasa anggota kelompok dari komunitas penutur bahasa
tertentu terbatasi, yaitu masa dimana ketika identitas komunitas yang terpisah
menjadi lemah. Bentuk linguistik yang berganti biasanya berupa penanda status
wilayah dengan distribusi penggunaan bahasa yang tidak merata dalam masyarakat.
Pada tahap ini, variabel linguistik yang berubah belum ditentukan.
2. Perubahan baru terjadi ketika ada generalisasi
bentuk (pola) linguistik oleh anggota kelompok penutur bahasa; tahapan ini
biasanya disebut dengan perubahan dari bawah, yaitu perubahan yang terjadi
dari kesadaran sosial. Variabel linguistik menunjukkan belum ada pola variasi
gaya bahasa dalam penggunaan bahasa oleh penuturnya, namun mempengaruhi semua
kelas kata yang telah ada sebelumnya. Variabel linguistik pada tahap ini ini
merupakan sebuah indikator yang ditetapkan sebagai fungsi keanggotaan
pada komunitas sosial.
3. Berhasil meningkatkan jumlah penutur bahasa pada kelompok sosial yang
sama serta berhasil merespon tekanan sosial masyarakat yang sama, membawa
variabel linguistik menuju proses perubahan bahasa, menjadi berbeda dari bahasa
induknya. Perubahan ini disebut perubahan hiperkorektif dari bawah.
4. Ketika sistem nilai masyarakat penutur asli bahasa diadopsi oleh
kelompok masyarakat lain, perubahan bunyi-bunyi bahasa yang berkaitan
nilai-nilai kemasyarakatan tersebut agar menyebar kepada kelompok masyarakat
yang mengadopsinya.
5. Batas
dari penyebaran perubahan bahasa merupakan batas dari komunitas bahasa.
6. Ketika
perubahan bunyi bahasa dengan segala nilai-nilai sosial yang melekat didalamnya
mencapai batas penyebarannya, maka variabel linguistik menjadi salah satu
norma yang menjadi bagian dari masyarakat, dan akan dijaga oleh masyarakat.
Variabel linguistik ini sekarang menjadi penanda dan akan mulai
menunjukkan variasi/gayanya sendiri.
7. Perubahan variabel linguistik di dalam sistem linguistik akan selalu
menyesuaikan distribusi unsur-unsur linguistik yang lain dalam tataran
fonologi.
8. Penyesuaian struktur menyebabkan perubahan bunyi kebahasaan yang masih
berhubungan dengan bahasa asalnya. Tetapi kelompok penutur bahasa yang baru
akan memperlakukan bunyi bahasa yang diterimanya sebagai bunyi baru dalam
komunitas penutur bahasa tersebut.
9. Apabila kelompok penutur bahasa yang menerima bahasa baru bukan dari
kelas yang lebih tinggi, maka kelompok masyarakat yang berasal dari kelas yang
lebih tinggi akan “mempengaruhi” bentuk linguistik.
10. Perubahan
diatas merupakan perubahan dari atas, suatu koreksi bagi bentuk
kebahasaan yang berubah karena mendapat pengaruh dari bahasa kelompok
masyarakat yang lebih tinggi, yaitu model bahasa yang prestis.
11.
Apabila model bahasa prestis (bergengsi) tidak mendukung bentuk kebahasaan yang
digunakan oleh kelompok masyarakat dalam beberapa bentuk kelas kata, maka
kelompok lain akan melakukan hiperkoreksi, memasukkan unsur kebahasaan yang
seharusnya dilakukan oleh bahasa prestis.. Ini disebut dengan hiperkoreksi
dari atas.
12. Dalam
perubahan yang kuat, satu bentuk kebahasaan akan muncul, dan mungkin juga menghilang. Hal ini disebut
dengan streotipe / model bahasa.
13. Apabila
perubahan bahasa terjadi pada kelas sosial yang lebih tinggi, bentuk bahasa
akan menjadi model bahasa prestis. Bahasa yang kemudian akan diadopsi oleh
penutur bahasa yang lain sesuai dengan proporsi kontak bahasa penutur bahasa
terebut dengan bahasa prestis .
Perubahan bahasa terjadi
melalui cara-cara yang kompleks dengan berbagai jalan perubahannya, secara
sadar atau tidak sadar dalam perubahan bahasa, tempat yang membuat tingkat
sosial masyarakat ikut mempengaruhi perubahan.
Perubahan bahasa dari atas
merupakan perubahan bahasa secara sadar. Seharusnya perubahan tersebut juga
diikuti oleh pola-pola linguistik yang standar. Perubahan dari bawah merupakan
perubahan bahasa secara tidak sadar dan cara tersebut jauh dari pola-pola
linguistik standar. Yang menarik juga adalah wanita dianggap kelompok
pertama yang membawa perubahan bahasa, sementara laki-laki kedua. Wanita
memiliki motivasi untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan pengguna bahasa yang
lebih kuat sementara laki-laki cenderung mengikuti temannya. Wanita cenderung
lebih sadar untuk memahami perubahan bahasa sementara laki-laki tidak.
3. SIMPULAN
Perubahan bahasa
berarti adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya direvisi, kaidahnya
menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semuanya itu dapat terjadi pada
semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik maupun
leksikon
Mekanisme dasar dalam
perubahan bahasa memiliki tiga belas tahapan, perubahan bahasa dari atas
merupakan perubahan bahasa secara sadar, yang diikuti oleh pola linguistik yang
standar sedangkan perubahan dari bawah merupakan perubahan secara tak sadar.
Yang memotivasi perubahan bahasa
dapat beragam, mulai dari mencoba
menjadi warga kelas “yang lebih tinggi” atau sebaliknya “lebih rendah”, agar
tidak dianggap “orang asing”, atau agar dianggap memiliki jiwa “solidaritas”
DAFTAR PUSTAKA
.
Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Chaer, Abdul dan
Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta
No comments:
Post a Comment