Saturday 30 March 2013

Hakikat, tujuan, pendekatan dan prinsip evaluasi



HAKIKAT, TUJUAN, PENDEKATAN
DAN PRINSIP EVALUASI
Oleh Mukardi

1.        PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Demikian pula halnya dalam dunia pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan khususnya tujuan pembelajaran tersebut maka perlu adanya evaluasi.
Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari sejauh mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh seluruh siswa di kelas itu. Pada dasarnya hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek, yang biasa disebut dengan domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam  proses  pengajaran, tes merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui  tercapai atau tidaknya suatu standar kompetensi yang telah dipelajari oleh siswa  di   setiap pembelajaran. Hal tersebut senada dengan pendapat ahli yang mengatakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah  ditentukan.
Tes bahasa dan pengajaran bahasa merupakan dua kegiatan yang berhubungan secara erat. Yang pertama merupakan bagian dari yang kedua. Tes bahasa dirancang dan dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai hal ihwal yang berkaitan dengan keefektifan pengajaran bahasa yang dilakukan.

1.2     Permasalahan
Dari uraian di atas, pembahasan makalah ini difokuskan sebagai berikut:
1.      Apakah hakikat/pengertian dan tujuan evaluasi?
2.      Apa sajakah pendekatan tes dan fungsi bahasa?
3.      Apakah perbedaan evaluasi, pengukuran, dan tes?
4.   Bagaimanakah prinsip-prinsip evaluasi?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mendeskripsikan hakikat/pengertian dan tujuan evaluasi, tes, pengukuran serta prinsip-prinsip evaluasi.

2.      PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Evaluasi
            Dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa, sebagaimana halnya dalam penyelenggaraan pembelajaran bidang-bidang yang lain, evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyelenggaraan pembelajaran secara keseluruhan. Sebagai suatu pembelajaran, pembelajaran bahasa diselenggarakan untuk mencapai sejumlah tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan telaah mendalam terhadap kebutuhan yang perlu dipenuhi.
            Tujuan-tujuan pembelajaran itu diupayakan pencapaiannya melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang dirancang secara matang dan saksama dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh agar tujuan-tujuan pembelajaran itu dicapai secara semestinya.
            Evaluasi tidak boleh dipandang sebagai kumpulan teknik-teknik saja tetapi lebih merupakan sebuah proses yang berdasar pada prinsip-prinsip. Dalam hal ini Depdiknas mengkategorikan prinsip-prinsip umum evaluasi yang harus diperhatikan,
           Menetukan dan menjelaskan apa yang harus dinilai selalu mendapat prioritas dalam proses evaluasi. Efektifitas evaluasi bergantung pada telitinya deskripsi tentang apa yang akan dievaluasi salah satu faktor yang menerbelakangkan pengembangan pengukuran perilaku manusia adalah terpusatnya konsentrasi kepada teknik dan bukan pada proses.
           Teknik evaluasi harus dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dilayaninya dan harus dipertimbangkan apakah teknik evalusi merupakan metode yang paling efektif untuk menetukan apa yang ingin diketahui oleh siswa.
Evaluasi yang komprehensif menuntut berbagai teknik evaluasi. Salah satu alasan perlunya berbagai prosedur evaluasi adalah karena setiap jenis hanya menyajikan bukti-bukti yang unik tetapi terbatas tentang perilaku siswa. Untuk mendapatkan gambaran yang komplit tentang pencapaian siswa perlu kombinasi hasil dari berbagai
teknik.
           Pemakaian teknik evaluasi yang sewajarnya menuntut kewaspadaan akan keterbatasannya seperti juga kekuatannya. Semua alat evaluasi selalu mengandung kekurangan tertentu. Pertama, adalah kesalahan sampling, yakni hanya dapat mengukur sampling kecil pada satu waktu. Kesalahan kedua adalah pada alat evaluasi itu sendiri atau proses memakai alat itu. Sumber kesalahan yang lain lahir dari penafsiran yang salah tentang hasil evaluasi, menganggap alat-alat itu mengandung presisi yang sebenarnya tidak mereka miliki. Sebaik-sebaiknya alat evaluasi hanya memberikan hasil yang bersifat mendekati saja, sehingga harus ditafsirkan secara wajar. Kesadaran atas keterbatasan alat evaluasi memungkinkan dapat memakainya lebih efektif, dan kesalahan-kesalahan dalam teknik evaluasi dapat dihilangkan dengan cara hati-hati dalam memilih dan memakainya.
Evaluasi hanyalah alat mencapai tujuan bukan merupakan tujuan akhir.

Untuk itulah M. Sonardi Djiwandono mengatakan pada hakikatnya kedudukan evaluasi dalam desain pembelajaran adalah ”sebagai bagian akhir dari rangkaian tiga komponen pokok penyelenggaraan pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran.”
2.2 Tujuan Evaluasi
Evaluasi pendidikan diadakan untuk mengumpulkan bukti atau informasi sehubungan dengan pencapaian tujuan yang upayakan melalui kegiatan atau program pendidikan. Evaluasi pengajaran dikaitkandengan pencapaian tujuan
Suatu evaluasi dapat merupakan pemerian yang bersifat kualitatif dan/atau kualitatif tentang sesuatu. Pemerian kualitatif lebih menekankan pemaparan mutu atau hasil secara verbal  berdasrkan atas pengumpulan informasi dengan menggunakan teknik bukan alat ukur ‘non-measurement’ berdasarkan  pemerian kuantitatif dinyatakan dalam bentuk angka-angka, berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil penggunaan alat ukur ‘measurement’.


Tujuan Evaluasi yaitu sebagai berikut :
a.      Untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai keterampilan atau pengetahuan dasar tertentu.
b.     Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan siswa dalam proses belajar.
c.      Untuk merangsang peserta didik dalam menempuh proses pembelajaran.
d.   Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran.
Melihat pengertian dan tujuan dari diadakannya evaluasi yang telah dipaparkan di atas, maka evaluasi sudah tidak dapat terelakkan lagi dari pendidikan secara umumnya dan proses pembelajaran secara khususnya. Dengan adanya evaluasi proses pembelajaran akan berlangsung dengan lebih baik dan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran tersebut lebih mudah untuk tercapai.

2.3 Macam-macam pendekatan Evaluasi
2.3.1 Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional adalah istilah yang dipergunakan untuk mengacu pada penyelenggaraan (baca: perencanaan dan pelaksanaan) tes bahasa yang cenderung mengadopsi prinsip bahwa tes bahasa  dititikberatkan pada tes tatabahasa dan terjemahan.  Latar belakangnya  adalah adanya pengaruh mainstream pengajaran bahasa yang  dikenal dengan sebutan metode tatabahasa-terjemahan (grammar translation method).
Metode ini, seperti yang dikemukakan oleh Richards dan Rogers (1988:3-4), memiliki prinsip-prinsip pengajaran antara lain: (a) mempelajari bahasa asing adalah mempelajari   bahasa dengan tujuan agar dapat membaca kesusasteraannya; (b) membaca dan menulis adalah fokus utama pengajaran, © ketepatan dalam penerjemahan sangat ditekankan, dan (d) tatabahasa harus diajarkan secara deduktif, yakni beranjak dari kaidah-kaidah lalu menuju pada contoh-contoh ilustrasinya
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka pendekatan  tes bahasa yang berkembang pada saat itu  mengisyaratkan pemakaian karya sastra. Karya sastra dalam hal ini dianggap merupakan pemakaian bahasa yang ideal dari penuturnya sehingga  evaluasi terhadap penguasaan bahasa seseorang dengan menggunakan tes bahasa dilakukan dengan menggunakan teks karya sastra. Kemudian bentuk tes bahasa yang dikembangkan adalah  penerjemahan dan atau penulisan esai. Dalam perkembangannya, tes bahasa dengan prinsip-prinsip, model, dan karakter seperti ini disebut pendekatan esai dan  terjemahan.

2.3.2 Pendekatan Deskrit
Dalam pendekatan ini, istilah diskret oleh Savignon (1983) digunakan untuk menggambarkan dua  aspek yang berbeda dalam tes bahasa, yakni (1) isi atau tugas, dan (2) model jawaban dan penyekoran jawaban.
Dari segi isi atau tugas, tes dengan pendekatan ini menyangkut satu aspek kebahasaan saja pada satu kesempatan pengetesan, misalnya aspek fonologi, morfologi, sintaksis, atau kosa-kata saja. Tiap satu butir soal hanya dimaksudkan untuk mengukur satu aspek kebahasaan saja.  Dari segi model jawaban, tes dengan pendekatan ini berupa penjodohan (matching), benar-salah (true-flase), pilihan ganda (multiple choiche), atau mengisi kotak kosong yang disediakan dengan jawaban yang sudah tersedia pada kolom lain. Dari segi penyekoran jawaban, model jawaban yang seperti itu sangat memudahkan guru atau korektor dalam memberikan penilaian. Penyekoran berdasarkan model jawaban seperti itu memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Dengan bantuan komputer misalnya, penyekoran jawaban hampir 100% tidak diragukan lagi keakuratannya.
2.3.3 Pendekatan Integratif
Menurut Carroll (1961) disebut  pendekatan integratif. Jika dalam pendekatan diskret, aspek-aspek kebahasaan dan kemampuan berbahasa itu diperlakukan secara terpisah, maka dalam pendekatan integratif aspek-aspek bahasa dan kemampuan berbahasa itu dicakup secara bersamaan.
Menurut Oller (1979) jika dalam tes diskret hanya diujikan satu aspek kebahasaan saja pada satu waktu, maka dalam tes integratif berusaha diukur beberapa aspek kebahasaan secara bersamaan.  Prinsip ini sesuai dengan pandangan  psikologi Gestalt yang intinya “bahwa tingkah laku itu dipelajari sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan atau “gestalts”.
Berdasarkan pandangan ini, maka tes integratif tidak secara khusus mengeteskan salah satu aspek kebahasaan seperti fonologi, morfologi, sintaksis, atau kosa kata, atau salah satu dari kemampuan berbahasa  seperti membaca, menulis, berbicara, atau menyimak, melainkan sebuah tes dalam satu waktu meliputi beberapa aspek kebahasaan dan kemampuan berbahasa sekaligus.
2.3.4 Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik pada awalnya digunakan dalam kaitannya dengan teori tentang kemampuan memahami berdasarkan kemampuan tata bahasa pragmatik (pragmatic expectancy grammar).  Kemampuan itu merupakan kemampuan untuk memahami teks atau wacana, tidak hanya dalam konteks linguistic melainkan juga dengan memanfaatkan kemampuan pemahaman unsur-unsur ekstra linguistik (seluk beluk bidang yang dibahas dalam teks bacaan.

2.3.5 Pendekatan Komunikatif
Tes bahasa komunikatif  adalah tes yang melibatkan konsep kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif adalah suatu kompetensi yang melihat kemampuan pelajar tidak hanya kemampuan membentuk kalimat yang benar tetapi juga menggunakannya secara tepat.
Tes bahasa secara komunikatif bertujuan untuk mengukur bagaimana orang yang diuji mampu menggunakan bahasa di dalam situasi kehidupan nyata.

2.4  Evaluasi
Di dalam daftar kumulatif istilah, kata evaluation dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan kata “penilaian” tahap “evaluation”, “teknik penilaian “evaluation Technique’.” Namun demikian dalam tulisan ini kata penilaian tidak digunakan sebab kata itu juga digunakan sebagai terjemahan untuk rating, misalnya pada istilah skala penilaian  ‘rating scale’. Di samping istilah “evaluasi” telah lebih dikenal dan digunakan dalam bidang pendidikan : Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), evaluasi hasil belajar dan sebagainya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003 kata evaluasi berarti penilaian
Menurut Roestiyah N.K. dalam bukunya Masalah-Masalah Ilmu Keguruan menyebutkan pengertian evaluasi adalah sebagai berikut :
Evaluasi adalah proses memahami atau memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan.
Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Bloom dalam membahas evaluasi lebih menekankan pada perubahan yang terjadi pada siswa sesudah mengikuti suatu kegiatan belajar (Bloom, 1981). Ia mendefinisikan evaluasi sebagai suatu kegiatan pengumpulan bukti  ‘evidence’ secara sistematik untuk melihat apakah siswa telah mengalami perubahan perilaku serta bagaimana atu beberapa besarnya perubahan itu. Perubahan perilaku itu dihubungkan dengan tujuan pengajaran yang menyangkut ranah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Grondlund memandang evaluasi sebagai suatu proses sistematik yang mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menafsirkan informasi untuk menentukan keberhasilan siswa dalam upaya pencapaian hasil belajarnya. Kegiatan evaluasi akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kualitas pencapaian hasil: apakah baik, memuaskan, memadai, dan seterusnya.
2.5 Pengukuran
Di dalam kegiatan evaluasi kita dapat menggunakan berbagai teknik evaluasi diantaranya teknik pengukuran. Yang dimaksud dengan pengukuran disini adalah proses untuk  mendapatkan pemerian kuantitatif mengenai tinggi rendahnya pencapaian seseorang dalam suatu tingkah laku tertentu. Dengan demikian hasil pengukuran seslau berbentuk angka, seperti pada pernyataan, “Amara dapat menjawab dengan benar 85 % di antara 50 soal yang diberikan”, untuk mendapatkan angka tersebut digunakan alat ukur. Alat ukur ada yang bersifat verbal menggunakan bahasa sebagai media utamanya, misalnya timbagan badan, thermometer, dan sebagainya). Alat ukur yang banyak digunakan di dalam bidang pendidikan adalah tes.

2.6  Tes
            Seperti telah disinggung di atas tes merupakan sejenis alat ukur untuk memperoleh gambaran kuantitatif tentang perilaku seseorang. Gronlund memabatasi pengertian tes sebagai suatu alat atau prosedur yang sistematik untuk mengukur contoh ‘sample’ suatu  perilaku (Gronlund, 1985). Berdasarkan suatu tes guru mendapatkan informasi tentang hasil belajar siswa. Hasil belajar tersebut mungkin berwujud perbandingan hasil belajar siswa yang lain atau dalam hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Ringkasnya, tes menjawab pertanyaan ‘seberapa kemampuannya?’.
            Di dalam proses belajar mengajar tes merupakan suatu alat ukur yang palaing banyak dipakai. Tujuan pemakaiannya juga bermacam-macam. Untuk itu dikembangkanlah bermacam-macam tes, baik tes oleh suatu badan resmi, maupun oleh guru kelas.
2.7 Prinsip-Prinsip Evaluasi
          Evaluasi adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai berapa jauh kemampuan yang dapat dicapai oleh siswa dalam proses belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan tersebut sebelumnya sudah ditetapkan secara operational. Selanjutnya juga ditetapkan patokan pengukuran hingga dapat diperoleh penilaian (value judgement), Karena itu dalam evaluasi diperlukan prinsip-prinsip sebagai petunjuk agar dalam pelaksanaan evaluasi dapat lebih efektif. Prinsip-prinsip itu antara lain:
a. Kepastian dan kejelasan
           Dalam proses evaluasi maka kepastian dan kejelasan yang akan dievaluasi menduduki urutan pertama. Evaluasi akan dapat dilaksanakan apabila tujuan evaluasi tidak dirumuskan dulu secara jelas dalam. definisi yang operational. Bila kita ingin mengevaaluasi kemajuan belajar siswa maka pertama-tama kita identifikasi dan kita definisikan tujuan-tujuan instruksional pengajaran dan barulah kita kembangkan alat evaluasinya.
             Dengan demikian efektifitas alat evaluasi tergantung pada deskripsi yang jelas apa yang akan kita evaluasi. Pada umumnya alat evaluasi dalam pendidikan terutama pengajaran berupa test. Test ini mencerminkan karakteristik aspek yang akan diukur. Kalau kita akan mengevaluasi tingkat intelegensi siswa, maka komponen-komponen intelegensi itu harus dirumuskan dengan jelas dan kemampuan belajar yang dicapai dirumuskan dengan tepat selanjutnya dikembangkan test sebagai alat evaluasi. Dengan demikian keberhasilan evaluasi lebih banyak ditentukan kepada kemampuan guru (evaluator) dalam merumuskan/mendefinisikan dengan jelas aspek-aspek individual ke dalam proses pendidikan.
b. Teknik evaluasi
           Teknik evaluasi yang dipilih sesuai dengan tujuan evaluasi. Hendaklah diingat bahwa tidak ada teknik evaluasi yang cocok untuk semua keperluan dalam pendidikanl Tiap-tiap tujuan (pendidikan) yang ingin dicapai dikembangkan tekmk evaluasi tersendiri yang cocok dengan tujuan tersebut. Kecocokan antara tujuan evaluasi dan teknik yang diguna¬kan perlu dijadikan pertimbangan utama.
c. Komprehensif
           Evaluasi yang komprehensif memerlukan tehnik bervariasi. Tidak adalah teknik evaluasi tunggal yang mampu mengukur tingkat kemampuan siswa dalam belajar, meskipun hanya dalam satu pertemuan jam pelajaran. Sebab dalam kenyataannya tiap-tiap teknik evaluasi mempunyai keterbatasan-keterbatasan tersendiri. Test obyektif misalnya akan memberikan bukti obyektif tentang tingkat kemampuan siswa.
           Tetapi hanya memberikan informasi sedikit dari siswa tentang apakah ia benar-benar mengerti tentang materi tersee. but, apakah sudah dapat mengembangkan ketrampilan berfikirnya, apakah akan dapat mengubah / mengembangkan sikapnya apabila menghadapi situasi yang nyata dan sebagainya. Lebih-lebih pada test subyektif yang penilaiannya lebih banyak tergantung pada subyektivitas evaluatornya.
             Atas dasar prinsip inilah maka seyogyanya dalam proses belajar-mengajar, untuk mengukur kemampuan belajar siswa digunakan teknik evaluasi yang bervariasi. Bob Houston seorang ahli evaluasi di Amerika Serikat (Texas) menyarankan untuk mendapatkan hasil yang lebih I obyektif dalam evaluasi, maka variasi teknik tidak hanya dikembangkan dalam bentuk pengukuran kuantitas saja. Evaluasi harus didasarkan pula data kualitatif siswa yang diperoleh dari observasi guru, Kepala Sekolah, catatan catatan harian dan sebagainya.

d. Kesadaran adanya kesalahan pengukuran
           Evaluator harus menyadari keterbatasan dan kelemahan dalam teknik evaluasi yang digunakan. Atas dasar kesadaran ini, maka dituntut untuk lebih hati-hati dalam kebijakan-kebijakan yang diambil setelah melaksanakan evaluasi. Evaluator menyadari bahwa dalam pengukuran yang dilaksanakan, hanya mengukur sebagian (sampel) saja dari suatu kompleksitas yang seharusnya diukur, lagi pula pengukuran dilakukan hanya pada saat tertentu saja. Maka dapat terjadi salah satu aspek yang sifatnya menonjol yang dimiliki siswa tidak termasuk dalam sampel pengukuran.
            Inilah yang disebut sampling error dalam evaluasi. Sumber kesalahan (error) yang lain terletak pada alat/instrument yang digunakan dalam proses evaluasi. Penyusunan alat evaluasi tidak mudah, lebih-Iebih bila aspek yang diukur sifatnya komplek. Dalam skoring sebagai data kuantitatif yang diharapkan dapat mencerminkan objektivitas, tidak luput dari “error of measurement”. Test obyektif tidak luput dari guessing, main terka, untung-untungan, sedangtest essai subyektivitas penilai masuk di dalamnya. Karena itu dalam laporan hasil evaluasi, evaluator perlu melaporkan adanya kesalahan pengukuran ini. Pengukuran dengan test, kesalahan pengukuran dapat ditunjukkan dengan koefisien kesalahan pengukuran.

e. Evaluasi adalah alat, bukan tujuan
              Evaluator menyadari sepenuhnya bahwa tiap-tiap teknik evaluasi digunakan sesuai dengan tujuan evaluasi. Hasil evaluasi yang diperoleh tanpa tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang, bahkan merugikan anak didik. Maka dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu ialah tujuan evaluasi, baru dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan digunakan dan selanjutnya disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sampai terbalik, sebab tanpa diketahui tujuan evaluasi data-yang diperoleh akan sia-sia. Atas dasar pengertian tersebut di atas maka kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambil dirumuskan dulu dengan jelas sebelumnya dipilih prosedur evaluasi yang digunakan dengan demikian.

3.        Simpulan
             Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
             Hasil evaluasi yang diperoleh tanpa tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang, bahkan merugikan anak didik. Maka dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu ialah tujuan evaluasi, baru dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan digunakan dan selanjutnya disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sampai terbalik, sebab tanpa diketahui tujuan evaluasi data-yang diperoleh akan sia-sia.









Daftar Pustaka
Akhadiah, Sarbati. 1988.  Evaluasi Dalam pengajaran Bahasa. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rokhan, Martutik. 1991. Evaluasi pengajaran Bahasa Indonesia. Malang.YA3 

1 comment: