HAKIKAT, TUJUAN, PENDEKATAN
DAN PRINSIP EVALUASI
Oleh Mukardi
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Evaluasi
merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau
tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, orang
lain maupun lingkungannya. Demikian pula halnya dalam dunia pendidikan, untuk
mencapai tujuan pendidikan khususnya tujuan pembelajaran tersebut maka perlu
adanya evaluasi.
Keberhasilan
proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari sejauh mana penguasaan
kompetensi yang telah dikuasai oleh seluruh siswa di kelas itu. Pada dasarnya
hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek, yang biasa disebut
dengan domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam proses pengajaran,
tes merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui tercapai atau
tidaknya suatu standar kompetensi yang telah dipelajari oleh
siswa di setiap pembelajaran. Hal tersebut senada dengan
pendapat ahli yang mengatakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang
digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Tes bahasa
dan pengajaran bahasa merupakan dua kegiatan yang berhubungan secara erat. Yang
pertama merupakan bagian dari yang kedua. Tes bahasa dirancang dan dilaksanakan
untuk memperoleh informasi mengenai hal ihwal yang berkaitan dengan keefektifan
pengajaran bahasa yang dilakukan.
1.2 Permasalahan
Dari uraian
di atas, pembahasan makalah ini difokuskan sebagai
berikut:
1.
Apakah hakikat/pengertian dan tujuan
evaluasi?
2.
Apa sajakah pendekatan tes dan fungsi bahasa?
3.
Apakah perbedaan evaluasi, pengukuran, dan tes?
4. Bagaimanakah prinsip-prinsip evaluasi?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mendeskripsikan hakikat/pengertian dan
tujuan evaluasi, tes, pengukuran serta prinsip-prinsip evaluasi.
2.
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat
Evaluasi
Dalam
penyelenggaraan pembelajaran bahasa, sebagaimana halnya dalam penyelenggaraan
pembelajaran bidang-bidang yang lain, evaluasi merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari penyelenggaraan pembelajaran secara keseluruhan. Sebagai suatu
pembelajaran, pembelajaran bahasa diselenggarakan untuk mencapai sejumlah
tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan telaah
mendalam terhadap kebutuhan yang perlu dipenuhi.
Tujuan-tujuan pembelajaran itu diupayakan
pencapaiannya melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang dirancang secara
matang dan saksama dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh agar tujuan-tujuan
pembelajaran itu dicapai secara semestinya.
Evaluasi tidak boleh dipandang sebagai kumpulan teknik-teknik saja tetapi lebih merupakan sebuah proses yang berdasar pada prinsip-prinsip. Dalam hal ini Depdiknas mengkategorikan prinsip-prinsip umum evaluasi yang harus diperhatikan,
Menetukan dan menjelaskan apa yang harus dinilai selalu mendapat prioritas dalam proses evaluasi. Efektifitas evaluasi bergantung pada telitinya deskripsi tentang apa yang akan dievaluasi salah satu faktor yang menerbelakangkan pengembangan pengukuran perilaku manusia adalah terpusatnya konsentrasi kepada teknik dan bukan pada proses.
Teknik evaluasi harus dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dilayaninya dan harus dipertimbangkan apakah teknik evalusi merupakan metode yang paling efektif untuk menetukan apa yang ingin diketahui oleh siswa.
Evaluasi yang komprehensif menuntut berbagai teknik evaluasi. Salah satu alasan perlunya berbagai prosedur evaluasi adalah karena setiap jenis hanya menyajikan bukti-bukti yang unik tetapi terbatas tentang perilaku siswa. Untuk mendapatkan gambaran yang komplit tentang pencapaian siswa perlu kombinasi hasil dari berbagaiteknik.
Pemakaian teknik evaluasi yang sewajarnya menuntut kewaspadaan akan keterbatasannya seperti juga kekuatannya. Semua alat evaluasi selalu mengandung kekurangan tertentu. Pertama, adalah kesalahan sampling, yakni hanya dapat mengukur sampling kecil pada satu waktu. Kesalahan kedua adalah pada alat evaluasi itu sendiri atau proses memakai alat itu. Sumber kesalahan yang lain lahir dari penafsiran yang salah tentang hasil evaluasi, menganggap alat-alat itu mengandung presisi yang sebenarnya tidak mereka miliki. Sebaik-sebaiknya alat evaluasi hanya memberikan hasil yang bersifat mendekati saja, sehingga harus ditafsirkan secara wajar. Kesadaran atas keterbatasan alat evaluasi memungkinkan dapat memakainya lebih efektif, dan kesalahan-kesalahan dalam teknik evaluasi dapat dihilangkan dengan cara hati-hati dalam memilih dan memakainya.
Evaluasi hanyalah alat mencapai tujuan bukan merupakan tujuan akhir.
Evaluasi tidak boleh dipandang sebagai kumpulan teknik-teknik saja tetapi lebih merupakan sebuah proses yang berdasar pada prinsip-prinsip. Dalam hal ini Depdiknas mengkategorikan prinsip-prinsip umum evaluasi yang harus diperhatikan,
Menetukan dan menjelaskan apa yang harus dinilai selalu mendapat prioritas dalam proses evaluasi. Efektifitas evaluasi bergantung pada telitinya deskripsi tentang apa yang akan dievaluasi salah satu faktor yang menerbelakangkan pengembangan pengukuran perilaku manusia adalah terpusatnya konsentrasi kepada teknik dan bukan pada proses.
Teknik evaluasi harus dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dilayaninya dan harus dipertimbangkan apakah teknik evalusi merupakan metode yang paling efektif untuk menetukan apa yang ingin diketahui oleh siswa.
Evaluasi yang komprehensif menuntut berbagai teknik evaluasi. Salah satu alasan perlunya berbagai prosedur evaluasi adalah karena setiap jenis hanya menyajikan bukti-bukti yang unik tetapi terbatas tentang perilaku siswa. Untuk mendapatkan gambaran yang komplit tentang pencapaian siswa perlu kombinasi hasil dari berbagaiteknik.
Pemakaian teknik evaluasi yang sewajarnya menuntut kewaspadaan akan keterbatasannya seperti juga kekuatannya. Semua alat evaluasi selalu mengandung kekurangan tertentu. Pertama, adalah kesalahan sampling, yakni hanya dapat mengukur sampling kecil pada satu waktu. Kesalahan kedua adalah pada alat evaluasi itu sendiri atau proses memakai alat itu. Sumber kesalahan yang lain lahir dari penafsiran yang salah tentang hasil evaluasi, menganggap alat-alat itu mengandung presisi yang sebenarnya tidak mereka miliki. Sebaik-sebaiknya alat evaluasi hanya memberikan hasil yang bersifat mendekati saja, sehingga harus ditafsirkan secara wajar. Kesadaran atas keterbatasan alat evaluasi memungkinkan dapat memakainya lebih efektif, dan kesalahan-kesalahan dalam teknik evaluasi dapat dihilangkan dengan cara hati-hati dalam memilih dan memakainya.
Evaluasi hanyalah alat mencapai tujuan bukan merupakan tujuan akhir.
Untuk itulah
M. Sonardi Djiwandono mengatakan pada hakikatnya kedudukan evaluasi dalam
desain pembelajaran adalah ”sebagai bagian akhir dari rangkaian tiga komponen
pokok penyelenggaraan pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran.”
2.2 Tujuan Evaluasi
Evaluasi pendidikan diadakan untuk mengumpulkan bukti
atau informasi sehubungan dengan pencapaian tujuan yang upayakan melalui
kegiatan atau program pendidikan. Evaluasi pengajaran dikaitkandengan
pencapaian tujuan
Suatu evaluasi dapat merupakan pemerian yang bersifat
kualitatif dan/atau kualitatif tentang sesuatu. Pemerian kualitatif lebih
menekankan pemaparan mutu atau hasil secara verbal berdasrkan atas pengumpulan informasi dengan
menggunakan teknik bukan alat ukur ‘non-measurement’ berdasarkan pemerian kuantitatif dinyatakan dalam bentuk
angka-angka, berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil penggunaan alat
ukur ‘measurement’.
Tujuan Evaluasi
yaitu sebagai berikut :
a. Untuk
mengetahui apakah siswa telah menguasai keterampilan atau pengetahuan dasar
tertentu.
b. Untuk
mengetahui kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan siswa dalam proses
belajar.
c.
Untuk
merangsang peserta didik dalam menempuh proses pembelajaran.
d.
Untuk
mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah
dipergunakan dalam proses pembelajaran.
Melihat
pengertian dan tujuan dari diadakannya evaluasi yang telah dipaparkan di atas,
maka evaluasi sudah tidak dapat terelakkan lagi dari pendidikan secara umumnya
dan proses pembelajaran secara khususnya. Dengan adanya evaluasi proses
pembelajaran akan berlangsung dengan lebih baik dan tujuan yang hendak dicapai
dalam proses pembelajaran tersebut lebih mudah untuk tercapai.
2.3 Macam-macam pendekatan Evaluasi
2.3.1 Pendekatan Tradisional
Pendekatan
tradisional adalah istilah yang dipergunakan untuk mengacu pada penyelenggaraan
(baca: perencanaan dan pelaksanaan) tes bahasa yang cenderung mengadopsi
prinsip bahwa tes bahasa dititikberatkan pada tes tatabahasa dan
terjemahan. Latar belakangnya adalah adanya pengaruh mainstream pengajaran
bahasa yang dikenal dengan sebutan metode tatabahasa-terjemahan (grammar
translation method).
Metode ini,
seperti yang dikemukakan oleh Richards dan Rogers (1988:3-4), memiliki
prinsip-prinsip pengajaran antara lain: (a) mempelajari bahasa asing adalah
mempelajari bahasa dengan tujuan agar dapat membaca
kesusasteraannya; (b) membaca dan menulis adalah fokus utama pengajaran, ©
ketepatan dalam penerjemahan sangat ditekankan, dan (d) tatabahasa harus
diajarkan secara deduktif, yakni beranjak dari kaidah-kaidah lalu menuju pada
contoh-contoh ilustrasinya
Berdasarkan
prinsip-prinsip tersebut, maka pendekatan tes bahasa yang berkembang pada
saat itu mengisyaratkan pemakaian karya sastra. Karya sastra dalam hal
ini dianggap merupakan pemakaian bahasa yang ideal dari penuturnya
sehingga evaluasi terhadap penguasaan bahasa seseorang dengan menggunakan
tes bahasa dilakukan dengan menggunakan teks karya sastra. Kemudian bentuk tes
bahasa yang dikembangkan adalah penerjemahan dan atau penulisan esai.
Dalam perkembangannya, tes bahasa dengan prinsip-prinsip, model, dan karakter
seperti ini disebut pendekatan esai dan terjemahan.
2.3.2 Pendekatan Deskrit
Dalam
pendekatan ini, istilah diskret oleh Savignon (1983) digunakan
untuk menggambarkan dua aspek yang berbeda dalam tes bahasa, yakni (1)
isi atau tugas, dan (2) model jawaban dan penyekoran jawaban.
Dari segi isi
atau tugas, tes dengan pendekatan ini menyangkut satu aspek kebahasaan saja
pada satu kesempatan pengetesan, misalnya aspek fonologi, morfologi, sintaksis,
atau kosa-kata saja. Tiap satu butir soal hanya dimaksudkan untuk mengukur satu
aspek kebahasaan saja. Dari segi model jawaban, tes dengan
pendekatan ini berupa penjodohan (matching), benar-salah (true-flase),
pilihan ganda (multiple choiche), atau mengisi kotak kosong yang
disediakan dengan jawaban yang sudah tersedia pada kolom lain. Dari segi penyekoran
jawaban, model jawaban yang seperti itu sangat memudahkan guru atau korektor
dalam memberikan penilaian. Penyekoran berdasarkan model jawaban seperti itu
memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Dengan bantuan komputer misalnya,
penyekoran jawaban hampir 100% tidak diragukan lagi keakuratannya.
2.3.3 Pendekatan Integratif
Menurut
Carroll (1961) disebut pendekatan integratif. Jika dalam pendekatan
diskret, aspek-aspek kebahasaan dan kemampuan berbahasa itu diperlakukan secara
terpisah, maka dalam pendekatan integratif aspek-aspek bahasa dan kemampuan
berbahasa itu dicakup secara bersamaan.
Menurut
Oller (1979) jika dalam tes diskret hanya diujikan satu aspek kebahasaan saja
pada satu waktu, maka dalam tes integratif berusaha diukur beberapa aspek kebahasaan
secara bersamaan. Prinsip ini sesuai dengan pandangan psikologi
Gestalt yang intinya “bahwa tingkah laku itu dipelajari sebagai kesatuan yang
tidak terpisahkan atau “gestalts”.
Berdasarkan
pandangan ini, maka tes integratif tidak secara khusus mengeteskan salah satu
aspek kebahasaan seperti fonologi, morfologi, sintaksis, atau kosa kata, atau
salah satu dari kemampuan berbahasa seperti membaca, menulis, berbicara,
atau menyimak, melainkan sebuah tes dalam satu waktu meliputi beberapa aspek
kebahasaan dan kemampuan berbahasa sekaligus.
2.3.4 Pendekatan Pragmatik
Pendekatan
pragmatik pada awalnya digunakan dalam kaitannya dengan teori tentang kemampuan
memahami berdasarkan kemampuan tata bahasa pragmatik (pragmatic expectancy
grammar). Kemampuan itu merupakan kemampuan untuk memahami teks atau
wacana, tidak hanya dalam konteks linguistic melainkan juga dengan memanfaatkan
kemampuan pemahaman unsur-unsur ekstra linguistik (seluk
beluk bidang yang dibahas dalam teks bacaan.
2.3.5 Pendekatan Komunikatif
Tes bahasa
komunikatif adalah tes yang melibatkan konsep kompetensi komunikatif.
Kompetensi komunikatif adalah suatu kompetensi yang melihat kemampuan pelajar
tidak hanya kemampuan membentuk kalimat yang benar tetapi juga menggunakannya
secara tepat.
Tes bahasa
secara komunikatif bertujuan untuk mengukur bagaimana orang yang diuji mampu
menggunakan bahasa di dalam situasi kehidupan nyata.
2.4 Evaluasi
Di dalam daftar kumulatif istilah, kata evaluation
dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan kata “penilaian” tahap “evaluation”,
“teknik penilaian “evaluation Technique’.” Namun demikian dalam tulisan ini
kata penilaian tidak digunakan sebab kata itu juga digunakan sebagai terjemahan
untuk rating, misalnya pada istilah skala penilaian ‘rating scale’. Di samping istilah “evaluasi”
telah lebih dikenal dan digunakan dalam bidang pendidikan : Evaluasi Belajar
Tahap Akhir (EBTA), evaluasi hasil belajar dan sebagainya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003 kata
evaluasi berarti penilaian
Menurut
Roestiyah N.K. dalam bukunya Masalah-Masalah Ilmu Keguruan menyebutkan
pengertian evaluasi adalah sebagai berikut :
Evaluasi
adalah proses memahami atau memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan
suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan.
Evaluasi
adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang
bersangkutan dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui sebab-akibat dan hasil
belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Bloom dalam membahas evaluasi lebih menekankan pada
perubahan yang terjadi pada siswa sesudah mengikuti suatu kegiatan belajar
(Bloom, 1981). Ia mendefinisikan evaluasi sebagai suatu kegiatan pengumpulan
bukti ‘evidence’ secara sistematik untuk
melihat apakah siswa telah mengalami perubahan perilaku serta bagaimana atu
beberapa besarnya perubahan itu. Perubahan perilaku itu dihubungkan dengan
tujuan pengajaran yang menyangkut ranah kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Grondlund memandang evaluasi sebagai suatu proses sistematik
yang mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menafsirkan informasi
untuk menentukan keberhasilan siswa dalam upaya pencapaian hasil belajarnya.
Kegiatan evaluasi akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kualitas
pencapaian hasil: apakah baik, memuaskan, memadai, dan seterusnya.
2.5 Pengukuran
Di dalam kegiatan evaluasi kita dapat menggunakan
berbagai teknik evaluasi diantaranya teknik pengukuran. Yang dimaksud dengan
pengukuran disini adalah proses untuk
mendapatkan pemerian kuantitatif mengenai tinggi rendahnya pencapaian
seseorang dalam suatu tingkah laku tertentu. Dengan demikian hasil pengukuran
seslau berbentuk angka, seperti pada pernyataan, “Amara dapat menjawab dengan
benar 85 % di antara 50 soal yang diberikan”, untuk mendapatkan angka tersebut
digunakan alat ukur. Alat ukur ada yang bersifat verbal menggunakan bahasa
sebagai media utamanya, misalnya timbagan badan, thermometer, dan sebagainya).
Alat ukur yang banyak digunakan di dalam bidang pendidikan adalah tes.
2.6 Tes
Seperti
telah disinggung di atas tes merupakan sejenis alat ukur untuk memperoleh
gambaran kuantitatif tentang perilaku seseorang. Gronlund memabatasi pengertian
tes sebagai suatu alat atau prosedur yang sistematik untuk mengukur contoh
‘sample’ suatu perilaku (Gronlund,
1985). Berdasarkan suatu tes guru mendapatkan informasi tentang hasil belajar
siswa. Hasil belajar tersebut mungkin berwujud perbandingan hasil belajar siswa
yang lain atau dalam hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Ringkasnya,
tes menjawab pertanyaan ‘seberapa kemampuannya?’.
Di
dalam proses belajar mengajar tes merupakan suatu alat ukur yang palaing banyak
dipakai. Tujuan pemakaiannya juga bermacam-macam. Untuk itu dikembangkanlah
bermacam-macam tes, baik tes oleh suatu badan resmi, maupun oleh guru kelas.
2.7 Prinsip-Prinsip
Evaluasi
Evaluasi
adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai berapa jauh kemampuan yang
dapat dicapai oleh siswa dalam proses belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan
tersebut sebelumnya sudah ditetapkan secara operational. Selanjutnya juga
ditetapkan patokan pengukuran hingga dapat diperoleh penilaian (value
judgement), Karena itu dalam evaluasi diperlukan prinsip-prinsip sebagai
petunjuk agar dalam pelaksanaan evaluasi dapat lebih efektif. Prinsip-prinsip
itu antara lain:
a. Kepastian dan kejelasan
Dalam proses evaluasi maka kepastian dan kejelasan yang akan dievaluasi menduduki urutan pertama. Evaluasi akan dapat dilaksanakan apabila tujuan evaluasi tidak dirumuskan dulu secara jelas dalam. definisi yang operational. Bila kita ingin mengevaaluasi kemajuan belajar siswa maka pertama-tama kita identifikasi dan kita definisikan tujuan-tujuan instruksional pengajaran dan barulah kita kembangkan alat evaluasinya.
Dalam proses evaluasi maka kepastian dan kejelasan yang akan dievaluasi menduduki urutan pertama. Evaluasi akan dapat dilaksanakan apabila tujuan evaluasi tidak dirumuskan dulu secara jelas dalam. definisi yang operational. Bila kita ingin mengevaaluasi kemajuan belajar siswa maka pertama-tama kita identifikasi dan kita definisikan tujuan-tujuan instruksional pengajaran dan barulah kita kembangkan alat evaluasinya.
Dengan
demikian efektifitas alat evaluasi tergantung pada deskripsi yang jelas apa
yang akan kita evaluasi. Pada umumnya alat evaluasi dalam pendidikan terutama
pengajaran berupa test. Test ini mencerminkan karakteristik aspek yang akan diukur.
Kalau kita akan mengevaluasi tingkat intelegensi siswa, maka komponen-komponen
intelegensi itu harus dirumuskan dengan jelas dan kemampuan belajar yang
dicapai dirumuskan dengan tepat selanjutnya dikembangkan test sebagai alat
evaluasi. Dengan demikian keberhasilan evaluasi lebih banyak ditentukan kepada
kemampuan guru (evaluator) dalam merumuskan/mendefinisikan dengan jelas
aspek-aspek individual ke dalam proses pendidikan.
b. Teknik evaluasi
Teknik evaluasi yang dipilih sesuai dengan tujuan evaluasi. Hendaklah diingat bahwa tidak ada teknik evaluasi yang cocok untuk semua keperluan dalam pendidikanl Tiap-tiap tujuan (pendidikan) yang ingin dicapai dikembangkan tekmk evaluasi tersendiri yang cocok dengan tujuan tersebut. Kecocokan antara tujuan evaluasi dan teknik yang diguna¬kan perlu dijadikan pertimbangan utama.
Teknik evaluasi yang dipilih sesuai dengan tujuan evaluasi. Hendaklah diingat bahwa tidak ada teknik evaluasi yang cocok untuk semua keperluan dalam pendidikanl Tiap-tiap tujuan (pendidikan) yang ingin dicapai dikembangkan tekmk evaluasi tersendiri yang cocok dengan tujuan tersebut. Kecocokan antara tujuan evaluasi dan teknik yang diguna¬kan perlu dijadikan pertimbangan utama.
c. Komprehensif
Evaluasi yang komprehensif memerlukan tehnik bervariasi. Tidak adalah teknik evaluasi tunggal yang mampu mengukur tingkat kemampuan siswa dalam belajar, meskipun hanya dalam satu pertemuan jam pelajaran. Sebab dalam kenyataannya tiap-tiap teknik evaluasi mempunyai keterbatasan-keterbatasan tersendiri. Test obyektif misalnya akan memberikan bukti obyektif tentang tingkat kemampuan siswa.
Evaluasi yang komprehensif memerlukan tehnik bervariasi. Tidak adalah teknik evaluasi tunggal yang mampu mengukur tingkat kemampuan siswa dalam belajar, meskipun hanya dalam satu pertemuan jam pelajaran. Sebab dalam kenyataannya tiap-tiap teknik evaluasi mempunyai keterbatasan-keterbatasan tersendiri. Test obyektif misalnya akan memberikan bukti obyektif tentang tingkat kemampuan siswa.
Tetapi hanya memberikan
informasi sedikit dari siswa tentang apakah ia benar-benar mengerti tentang
materi tersee. but, apakah sudah dapat mengembangkan ketrampilan berfikirnya,
apakah akan dapat mengubah / mengembangkan sikapnya apabila menghadapi situasi
yang nyata dan sebagainya. Lebih-lebih pada test subyektif yang penilaiannya
lebih banyak tergantung pada subyektivitas evaluatornya.
Atas dasar prinsip inilah maka seyogyanya dalam proses belajar-mengajar, untuk mengukur kemampuan belajar siswa digunakan teknik evaluasi yang bervariasi. Bob Houston seorang ahli evaluasi di Amerika Serikat (Texas) menyarankan untuk mendapatkan hasil yang lebih I obyektif dalam evaluasi, maka variasi teknik tidak hanya dikembangkan dalam bentuk pengukuran kuantitas saja. Evaluasi harus didasarkan pula data kualitatif siswa yang diperoleh dari observasi guru, Kepala Sekolah, catatan catatan harian dan sebagainya.
Atas dasar prinsip inilah maka seyogyanya dalam proses belajar-mengajar, untuk mengukur kemampuan belajar siswa digunakan teknik evaluasi yang bervariasi. Bob Houston seorang ahli evaluasi di Amerika Serikat (Texas) menyarankan untuk mendapatkan hasil yang lebih I obyektif dalam evaluasi, maka variasi teknik tidak hanya dikembangkan dalam bentuk pengukuran kuantitas saja. Evaluasi harus didasarkan pula data kualitatif siswa yang diperoleh dari observasi guru, Kepala Sekolah, catatan catatan harian dan sebagainya.
d. Kesadaran adanya kesalahan pengukuran
Evaluator harus menyadari keterbatasan dan kelemahan dalam teknik evaluasi yang digunakan. Atas dasar kesadaran ini, maka dituntut untuk lebih hati-hati dalam kebijakan-kebijakan yang diambil setelah melaksanakan evaluasi. Evaluator menyadari bahwa dalam pengukuran yang dilaksanakan, hanya mengukur sebagian (sampel) saja dari suatu kompleksitas yang seharusnya diukur, lagi pula pengukuran dilakukan hanya pada saat tertentu saja. Maka dapat terjadi salah satu aspek yang sifatnya menonjol yang dimiliki siswa tidak termasuk dalam sampel pengukuran.
Evaluator harus menyadari keterbatasan dan kelemahan dalam teknik evaluasi yang digunakan. Atas dasar kesadaran ini, maka dituntut untuk lebih hati-hati dalam kebijakan-kebijakan yang diambil setelah melaksanakan evaluasi. Evaluator menyadari bahwa dalam pengukuran yang dilaksanakan, hanya mengukur sebagian (sampel) saja dari suatu kompleksitas yang seharusnya diukur, lagi pula pengukuran dilakukan hanya pada saat tertentu saja. Maka dapat terjadi salah satu aspek yang sifatnya menonjol yang dimiliki siswa tidak termasuk dalam sampel pengukuran.
Inilah yang
disebut sampling error dalam evaluasi. Sumber kesalahan (error) yang lain
terletak pada alat/instrument yang digunakan
dalam proses evaluasi. Penyusunan alat evaluasi tidak mudah, lebih-Iebih bila
aspek yang diukur sifatnya komplek. Dalam skoring sebagai data kuantitatif yang
diharapkan dapat mencerminkan objektivitas, tidak luput dari “error of
measurement”. Test obyektif tidak luput dari guessing, main terka,
untung-untungan, sedangtest essai subyektivitas penilai masuk di dalamnya. Karena
itu dalam laporan hasil evaluasi, evaluator perlu melaporkan adanya kesalahan
pengukuran ini. Pengukuran dengan test, kesalahan pengukuran dapat ditunjukkan
dengan koefisien kesalahan pengukuran.
e. Evaluasi adalah alat, bukan tujuan
Evaluator menyadari sepenuhnya bahwa tiap-tiap teknik evaluasi digunakan sesuai dengan tujuan evaluasi. Hasil evaluasi yang diperoleh tanpa tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang, bahkan merugikan anak didik. Maka dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu ialah tujuan evaluasi, baru dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan digunakan dan selanjutnya disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sampai terbalik, sebab tanpa diketahui tujuan evaluasi data-yang diperoleh akan sia-sia. Atas dasar pengertian tersebut di atas maka kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambil dirumuskan dulu dengan jelas sebelumnya dipilih prosedur evaluasi yang digunakan dengan demikian.
Evaluator menyadari sepenuhnya bahwa tiap-tiap teknik evaluasi digunakan sesuai dengan tujuan evaluasi. Hasil evaluasi yang diperoleh tanpa tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang, bahkan merugikan anak didik. Maka dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu ialah tujuan evaluasi, baru dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan digunakan dan selanjutnya disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sampai terbalik, sebab tanpa diketahui tujuan evaluasi data-yang diperoleh akan sia-sia. Atas dasar pengertian tersebut di atas maka kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambil dirumuskan dulu dengan jelas sebelumnya dipilih prosedur evaluasi yang digunakan dengan demikian.
3.
Simpulan
Evaluasi
adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang
bersangkutan dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui sebab-akibat dan hasil
belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
Hasil
evaluasi yang diperoleh tanpa tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang,
bahkan merugikan anak didik. Maka dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu
ialah tujuan evaluasi, baru dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan digunakan
dan selanjutnya disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sampai terbalik,
sebab tanpa diketahui tujuan evaluasi data-yang diperoleh akan sia-sia.
Daftar Pustaka
Akhadiah, Sarbati. 1988. Evaluasi Dalam pengajaran Bahasa.
Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rokhan, Martutik. 1991. Evaluasi
pengajaran Bahasa Indonesia. Malang.YA3