PROPOSAL PENELITIAN
KEMAMPUAN MENULIS PUISI, MENYIMAK
LAGU DAN MEMBACA KREATIF PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 1
MUARA PADANG KABUPATEN BANYUASIN
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Dalam
pelaksanaannya, pengajaran sastra sering diarahkan pada aspek pengetahuan saja.
Materi yang diberikan kepada siswa hanya sampai pada pengetahuan tentang
pengertian dan jenis karya sastra, periodisasi sastra Indonesia, nama-nama
sastrawan dan karya-karyanya, dan materi-materi la aspek afektif dan psikomotorik
masih sangat kurang porsinya.
Puisi
merupakan salah satu genre sastra sedangkan sastra sendiri adalah bagian dari
seni. Menurut Sudaryat dan Natasasmita (1987: 170), keindahan puisi terletak
pada persamaan bunyi (rima, sajak) dan iramanya yang indah. Dengan demikian,
sangat dimungkinkan terjadinya kolaborasi antara seni sastra (puisi) dengan
seni musik. Keduanya (musik dan puisi) saling mendukung satu sama lain, baik
isi maupun bentuknya. Keindahan puisi akan lebih terasa kalau dilagukan,
misalnya dalam bentuk musikalisasi puisi. Begitu pula keindahan musik (lagu)
akan terasa bermakna kalau dibahasakan (dengan puisi), dalam bentuk lirik lagu.
Adanya
kolaborasi antargenre seni, seperti seni musik dengan seni sastra (puisi), akan
menghasilkan karya-karya kreatif. Dalam usaha menghasilkan karya- karya kreatif
yang berupa puisi, baik yang berkolaborasi menjadi lirik lagu maupun yang
independen sebagai puisi dapat melalui kegiatan menulis kreatif karya sastra
berbentuk puisi. Kegiatan menulis puisi itu sendiri tidak datang dengan
sendirinya melainkan melalui proses. Proses menghasilkan karya puisi dapat
melalui kegiatan menyimak dan membaca terlebih dahulu. in yang hanya mencakup
aspek kognitif saja. Adapun pembelajaran mengapresiasi dan memproduksi karya
sastra (melalui kegiatan menulis karya sastra) yang mencakup Tidak dipungkiri
bahwa puisi adalah seni yang bermediakan bahasa. Dalam pengajaran bahasa dan
sastra, di sekolah diberikan empat jenis keterampilan berbahasa.
Keempat
jenis keterampilan tersebut adalah mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca,
dan menulis. Penguasaan keterampilan berbahasa tersebut terjadi secara
bertahap. Awalnya, anak mengenal bahasa melalui menyimak. Setelah menyimak,
anak tersebut berusaha untuk berbicara menirukan bahasa yang disimak. Tahap
berikutnya, anak akan berlatih membaca dan berusaha untuk mengenal bentuk
tulisan (wacana). Setelah itu, ia akan berusaha untuk menulis. Jadi,
antarkeempat keterampilan berbahasa tersebut memiliki keterkaitan yang erat.
Empat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan, merupakan catur tunggal
(Tarigan 1986: 2). Hubungan antarjenis keterampilan berbahasa ini sangat
berkaitan dengan proses penciptaan puisi.
Proses
kreatif menulis puisi juga berkaitan dengan kegiatan membaca, utamanya membaca kreatif.
Menurut Harras dan Sulistyaningsih (1997: 2.30), membaca kreatif memerlukan
pencermatan ide-ide yang dikemukakan penulis
kemudian dibandingkan dengan ide-ide sejenis yang mungkin berbeda. Dengan membaca kreatif, akan didapatkan ide baru yang diaplikasikan pembaca setelah kegiatan membaca itu dalam bentuk aktivitas yang akan meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam proses menulis puisi, aktivitas yang dimaksud setelah membaca kreatif adalah kegiatan menulis puisi itu sendiri berdasarkan ide-ide yang didapatkan dari bahan bacaan.
kemudian dibandingkan dengan ide-ide sejenis yang mungkin berbeda. Dengan membaca kreatif, akan didapatkan ide baru yang diaplikasikan pembaca setelah kegiatan membaca itu dalam bentuk aktivitas yang akan meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam proses menulis puisi, aktivitas yang dimaksud setelah membaca kreatif adalah kegiatan menulis puisi itu sendiri berdasarkan ide-ide yang didapatkan dari bahan bacaan.
Mengapa
kegiatan menulis harus diajarkan? Sebab menulis dapat memberikan berbagai
manfaat. Menurut Akhadiah (1995: 1), ada beberapa manfaat menulis. Menulis
dapat menambah wawasan mengenai suatu topik karena penulis mencari sumber
informasi tentang topik tersebut. Menulis merupakan sarana mengembangkan daya
pikir atau nalar dengan mengumpulkan fakta, menghubungkannya, kemudian menarik
kesimpulan. Menulis juga dapat memperjelas sesuatu kepada diri penulis karena
gagasan-gagasan yang semula masih berserakan dan tidak runtut di dalam pikiran,
dapat dituangkan secara runtut dan sistematis. Melalui kegiatan menulis, sebuah
gagasan akan dapat dinilai dengan mudah. Manfaat menulis yang lainnya adalah
dapat memecahkan masalah dengan lebih mudah, memberi dorongan untuk belajar
secara aktif, dan membiasakan diri berpikir dan berbahasa secara tertib.
Mengingat
kemampuan menulis merupakan sebuah keterampilan penting yang harus dikuasai
oleh siswa, perlu adanya pembinaan dan pengembangan secara intensif dan
berkesinambungan Lebih khusus lagi, Jabrohim dkk (2003: 67) mengemukakan bahwa menulis
kreatif sastra (puisi) merupakan suatu kegiatan seseorang “intelektual yang
menuntut seorang penulis harus benar-benar cerdas, menguasai bahasa, luas wawasannya,
sekaligus peka perasaannya. Syarat-syarat tersebut menjadikan hasil penulisan
puisi berbobot intelektual, tidak sekedar bait-bait kenes, cengeng, dan
sentimental. Menulis puisi juga dapat menggabungkan antara pengembangan
fakta-fakta empirik dengan daya imajinasi menjadi sebuah tulisan yang bermakna
bagi manusia yang mempunyai kesadaran eksistensial. Hal ini akan tercapai
apabila penulis puisi (penyair) banyak mengasah kepekaan kritisnya dan banyak
melaksanakan proses kreatif.
Proses
kreatif menulis puisi memberikan hasil yang positif bagi para siswa. Dengan
menulis puisi, siswa dilatih untuk tidak meremehkan pengalaman- pengalamannya.
Segala sesuatu yang dilihat dan dialaminya selalu tidak luput dari
perhatiannya. Dia menjadikan semua yang dilihat, didengar, dan dirasa sebagai
sesuatu yang bermakna bagi manusia. Wujud perhatian dan usaha menjadikan
pengalaman-pengalaman itu sebagai sesuatu yang bermakna bagi manusia di
antaranya adalah menuangkan atau menuliskan apa yang dialaminya ke dalam bentuk
puisi (Jabrohim dkk, 2003: 31).
Hal
inilah yang mendorong penelitian ini, yakni untuk meneliti seberapa besar
sumbangan atau kontribusi kebiasaan menyimak lagu dan membaca kreatif terhadap
kemampuan menulis puisi siswa. Sasaran penelitian adalah siswa Kelas VII SMP
Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin mengingat siswa yang notabene
berusia remaja tentunya menyukai dan membiasakan diri mendengarkan musik atau
lagu, terutama yang sesuai dengan kondisi psikis mereka.
Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin sebagai tempat penelitian karena SDN tersebut belum pernah dilakukan penelitian yang serupa.
Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin sebagai tempat penelitian karena SDN tersebut belum pernah dilakukan penelitian yang serupa.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut.
Seberapa besarkah kontribusi kebiasaan menyimak lagu terhadap kemampuan
menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut.
Seberapa besarkah kontribusi kebiasaan menyimak lagu terhadap kemampuan
menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin
Seberapa
besarkah kontribusi kebiasaan membaca kreatif terhadap kemampuan
menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin
Seberapa besarkah kontribusi kebiasaan menyimak lagu dan membaca kreatif
terhadap kemampuan menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin
menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin
Seberapa besarkah kontribusi kebiasaan menyimak lagu dan membaca kreatif
terhadap kemampuan menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin
1.3.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah, pembatasan masalah, dan rumusan
masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:erhadap kemampuan menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin mengetahui dan mendeskripsikan besarnya kontribusi kebiasaan membaca kreatif terhadap kemampuan menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin
Sesuai dengan latar belakang masalah, pembatasan masalah, dan rumusan
masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:erhadap kemampuan menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin mengetahui dan mendeskripsikan besarnya kontribusi kebiasaan membaca kreatif terhadap kemampuan menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian
ini berada dalam lingkup kebiasaan menyimak lagu, membaca kreatif, dan
kemampuan menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang
Kabupaten Banyuasin . Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian
ini juga berguna untuk memberikan sumbangan bagi pengajaran apresiasi sastra,
khususnya puisi, melalui pemanfaatan media lagu. Penelitian ini berguna pula
untuk mengembangkan keterampilan menyimak dan membaca, khususnya membaca
kreatif untuk mendukung keterampilan menulis kreatif sastra (puisi)
2. Penelitian
ini diharapkan menjadi landasan atau dasar dan sumber informasi bagi penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kebiasaan menyimak lagu,
mengoptimalkan kebiasaan membaca kreatif, dan kemampuan menulis puisi
BAB
II
KAJIAN TEORI
KAJIAN TEORI
Deskripsi Teori
Keterampilan
berbahasa yang meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
menjadi aspek penting dalam belajar bahasa dan sastra Indonesia. Keempat
keterampilan berbahasa tersebut tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan
lainnya. Keempat keterampilan tersebut juga mempunyai kedudukan yang saling
mendukung dalam pencapaian keterampilan berbahasa seseorang. Dalam pengajaran
keterampilan berbahasa, satu aspek keterampilan berhubungan dengan aspek
keterampilan yang lain dalam kedudukan sejajar. Walaupun demikian, pemerolehan
berbahasa secara umum dikuasai secara bertahap, yaitu mula-mula menyimak,
berbicara, membaca, kemudian menulis.
1. Hakikat Menyimak Lagu
1. Hakikat Menyimak Lagu
Menyimak
merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Salah satu kegiatan menyimak yang
berhubungan erat dengan ragam bahasa sastra adalah menyimak lagu. Mengingat,
lagu memuat lirik-lirik yang ragam bahasanya mirip dengan salah satu genre
sastra, yaitu puisi. Berikut ini akan dipaparkan pengertian dan hakikat
menyimak, lagu, dan hakikat menyimak lagu itu sendiri.
a.HakikatMenyimak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 1066), menyimak berarti
mendengarkan (memperhatikan) apa yang diucapkan atau dibaca orang atau
a.HakikatMenyimak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 1066), menyimak berarti
mendengarkan (memperhatikan) apa yang diucapkan atau dibaca orang atau
meninjau
(memeriksa, mempelajari) dengan teliti. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
diketahui bahwa menyimak merupakan kegiatan mendengarkan. Hanya bedanya, dalam
kegiatan mendengarkan, kegiatan menerima bunyi ujaran melalui indra pendengar
tidak secara intensif dan interpretatif.
Sementara itu, Tarigan (1987: 28) mengidentifikasi bahwa menyimak
merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan.
Sementara itu, Tarigan (1987: 28) mengidentifikasi bahwa menyimak
merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan.
Menurut
Suriamiharja (1996: 12-13), menyimak merupakan kegiatan melakukan proses
pemahaman yang berarti menambah pengetahuan. Kegiatan menyimak berperan
sebagai: (1) dasar belajar bahasa, (2) penunjang keterampilan berbicara,
membaca, dan menulis, (3) pelancar komunikasi lisan, dan (4) penambahan
informasi.
Lagu
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 624), lagu berarti ragam suara yang
berirama (dalam bercakap, bernyanyi, membaca, dan sebagainya), nyanyian, atau
ragam nyanyi (musik, gamelan, dan sebagainya). Di dalam lagu biasanya terdapat
lirik lagu yang menggunakan kata-kata puitis. Oleh karena itu, lagu sangat
berhubungan dengan puisi karena keduanya sama-sama mempunyai
unsur irama.
unsur irama.
Sakdiyah
(2002) mengutip pendapat Maley yang menyatakan bahwa lagu dan puisi sangatlah
berirama. Unsur irama ini merupakan petunjuk susunan atau struktur pesan yang
terdapat di dalam lagu atau puisi. Sakdiyah (2002) juga menyatakan bahwa lagu
dapat dianggap sebagai suatu alat dan bahan yang efektif untuk pengajaran
apresiasi puisi. Hal ini sejalan dengan pendapat Orlova yang dikutip Sakdiyah
(2002), yang menyebutkan bahwa lagu dianggap sebagai suatu alat yang efektif
untuk pengajaran bahasa.
Untuk
mendukung pendapatnya tersebut, Orlova juga mengemukakan beberapa alasan antara
lain: (1) lagu dapat menampilkan fungsi yang berbeda dalam pengajaran bahasa
(terutama puisi), (2) lagu dapat menjadi pendorong untuk melakukan percakapan
di kelas, (3) lagu dapat memotivasi suatu pendekatan emosional untuk belajar
bahasa, (4) lewat lagu siswa dapat mengekspresikan sikapnya terhadap apa-apa
yang telah dia dengar, dan (5) lagu juga dapat membantu perkembangan estetis
seseorang.
Berdasarkan
uraian tersebut, lagu berhubungan erat dengan puisi. Lagu dapat dijadikan
sebagai salah satu media pembelajaran puisi, baik pembelajaran apresiasi maupun
penulisan kreatif puisi. Penggunaan media lagu akan menambah ketertarikan siswa
dalam belajar sastra terutama puisi.
Menyimak Lagu
Menyimak Lagu
Menyimak
lagu adalah suatu kegiatan mendengarkan secara intensif dan interpretatif suatu
pesan yang berbentuk lagu. Adapun kebiasaan menyimak lagu merupakan kegiatan
menyimak lagu yang dilakukan terus-menerus dan telah menjadi suatu kebiasaan.
Kegiatan
menyimak lagu yang telah menjadi kebiasaan akan menumbuhkan pengalaman musikal.
Pengalaman ini sangat berguna bagi siswa. Pengalaman musikal ini dapat
digunakan sebagai salah satu sarana pembelajaran menulis kreatif puisi.
2. Hakikat Membaca Kreatif
2. Hakikat Membaca Kreatif
Membaca
juga termasuk salah satu keterampilan berbahasa. Kegiatan membaca kreatif,
sebagai salah satu tingkatan dalam keterampilan membaca, mempunyai peran yang
besar dalam penciptaan sebuah karya sastra, khususnya puisi. Berikut ini
dijelaskan hakikat membaca, tujuan membaca, dan pengertian membaca kreatif.
a. Pengertian Membaca
a. Pengertian Membaca
Menurut
Hodgoson yang dikutip oleh Tarigan (1987: 7), membaca merupakan suatu proses
yang dilakukan serta dipergunakan pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media bahasa tulis. Dijelaskan pula bahwa
membaca dapat dianggap sebagai proses untuk memahami hal tersirat dan
melibatkan pikiran yang terkandung dalam kata-kata yang tertulis.
Saat
melakukan kegiatan membaca, pembaca memerlukan kejelian untuk mengetahui isi
yang tersurat sekaligus yang tersirat. Finochiaro dan Bonomo seperti dikutip
oleh Tarigan (1987: 8), secara singkat menjelaskan bahwa reading adalah
bringing meaning and getting meaning from printed or written material, memetik
serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahasa tertulis.
Pendapat
lain yang dikemukakan oleh Lado dalam tulisan Tarigan (1987: 9) bahwa membaca
adalah memahami pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya.
Di
lain pihak, Sugirin (1997: 3) menyatakan bahwa membaca adalah memahami isi buku
sesuai dengan yang dimaksud oleh penulisnya. Pemahaman akan suatu isi buku atau
bacaan merupakan hasil dari proses membaca, yaitu proses interaksi antara
pembaca dan penulis. Paham akan suatu isi bacaan merupakan indikator kemampuan
pembaca dalam memahami teks. Dengan demikian, kemampuan membaca pada dasarnya
berkaitan dengan tingkat pemahaman dalam membaca sedangkan pemahaman terhadap
suatu bacaan sangat dipengaruhi oleh faktor kebiasaan membaca.
Berdasarkan
beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan
untuk memperoleh dan memahami informasi dalam tulisan yang disampaikan penulis
melalui media bahasa tulis.
b.Tujuan Membaca
Tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, dan memahami makna bacaan (Tarigan, 1987: 9).
Anderson lewat Tarigan (1987: 9-10) mengemukakan tujuan membaca adalah
b.Tujuan Membaca
Tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, dan memahami makna bacaan (Tarigan, 1987: 9).
Anderson lewat Tarigan (1987: 9-10) mengemukakan tujuan membaca adalah
untuk memperoleh
perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details facts), memperoleh
ide-ide utama (reading for main ideas), mengetahui urutan atau susunan,
organisasi cerita (reading for sequence or organization), menyimpulkan (reading
for inference), mengklasifikasikan (reading to classify), mengevaluasi
(reading to evaluate), membandingkan (reading to compare or contrast).
c. Membaca Kreatif
Harras dan Sulistyaningsih (1997: 2.29) mengutip dari Dictionary of
Reading menyebutkan bahwa membaca kreatif (creative reading) merupakan
(reading to evaluate), membandingkan (reading to compare or contrast).
c. Membaca Kreatif
Harras dan Sulistyaningsih (1997: 2.29) mengutip dari Dictionary of
Reading menyebutkan bahwa membaca kreatif (creative reading) merupakan
proses
membaca untuk mendapatkan nilai tambah dari pengetahuan yang baru yang terdapat
dalam bacaan dengan mengidentifikasi gagasan yang menonjol atau
mengkombinasikan pengetahuan yang sebelumnya pernah didapatkan. Pembaca kreatif
dituntut untuk cermat dalam menyikapi ide-ide dari bahan bacaan. Setelah itu,
pembaca kreatif harus membandingkannya dengan ide sejenis yang mungkin berbeda.
Membaca
kreatif merupakan tingkatan tertinggi dari kemampuan membaca. Hal ini
disebabkan oleh tuntutan bahwa setelah membaca, seseorang harus menerapkannya
untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Menurut Nurhadi seperti dikutip oleh
Harras dan Sulistyaningsih (1997: 2.30), ciri-ciri pembaca kreatif ialah: (1)
kegiatan membaca tidak berhenti pada saat menutup buku, (2) mampu menerapkan
bahan bacaan untuk kepentingan hidupnya, (3) muncul perubahan sikap dan
perilaku setelah membaca, (4) hasil membaca berlaku sepanjang masa, (5) kritis
dan kreatif dalam menilai bahan-bahan bacaan, (6) mampu memecahkan masalah
kehidupan berdasarkan hasil bacaan yang telah dibaca.
Sejalan dengan pendapat di atas, Jabrohim dkk (2003: 72 – 75) secara lebih umum memperinci ciri-ciri orang kreatif, yaitu; (1) keterbukaan terhadap pengalaman baru dan mudah bereaksi alternatif-alternatif baru mengenai suatu keadaan, (2) keluwesan (fleksibel) dalam berpikir artinya ia dapat memilih dan mengetahui berbagai pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan dalam memecahkan suatu persoalan tanpa mengabaikan tujuan utamanya, (3) kebebasan dalam mengemukakan pendapat, cenderung tidak suka berdiam diri terhadap keadaan sebagaimana adanya yang kurang memuaskan, dan cenderung ingin membuat bentuk yang baru dari suatu objek yang diamatinya, (4) imajinatif, dan berpendapat bahwa tidak ada yang tidak mungkin terjadi, (5) perhatiannya yang besar pada kegiatan cipta-mencipta suatu karya kreatif, (6) keteguhan dalam mengajukan pendapat atau pandangan, dan (7) kemandiriannya dalam mengambil keputusan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Jabrohim dkk (2003: 72 – 75) secara lebih umum memperinci ciri-ciri orang kreatif, yaitu; (1) keterbukaan terhadap pengalaman baru dan mudah bereaksi alternatif-alternatif baru mengenai suatu keadaan, (2) keluwesan (fleksibel) dalam berpikir artinya ia dapat memilih dan mengetahui berbagai pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan dalam memecahkan suatu persoalan tanpa mengabaikan tujuan utamanya, (3) kebebasan dalam mengemukakan pendapat, cenderung tidak suka berdiam diri terhadap keadaan sebagaimana adanya yang kurang memuaskan, dan cenderung ingin membuat bentuk yang baru dari suatu objek yang diamatinya, (4) imajinatif, dan berpendapat bahwa tidak ada yang tidak mungkin terjadi, (5) perhatiannya yang besar pada kegiatan cipta-mencipta suatu karya kreatif, (6) keteguhan dalam mengajukan pendapat atau pandangan, dan (7) kemandiriannya dalam mengambil keputusan.
Untuk memicu daya kreatif, ada empat
langkah yang ditawarkan: (1) berjanjilah untuk membaca secara kreatif setiap
hari, (2) membaca secara sedikit demi sedikit, (3) bacalah sesuatu dari beragam
sumber bacaan, (4) terapkan apa yang dibaca dalam kehidupan sehari-hari
(Kisyani dan Laksono, 2002).
Pada
sisi lain, menurut Kisyani dan Laksono (2002), membaca buku merupakan kegiatan
yang memasukkan kata-kata dan ide ke dalam diri seseorang (pembaca). Semakin
berkualitas kata-kata dan ide yang masuk dalam diri pembaca, semakin
berkualitaslah pembaca itu. Tulisan yang berkualitas akan mendorong timbulnya
gagasan cemerlang, tambahan kosakata, dan hal-hal penting lainnya. Semua itu
akan diserap otak dan disimpan serta dipancarkan ke
seluruh
tubuh. Lewat kata dan ide yang berkualitas, pembaca dapat meneruskan dan
menindaklanjuti hasil bacaannya pada tahap menulis dan berbicara kepada orang
lain untuk membaca atau mendengarkan apa yang dia tulis dan ujarkan.
3. Hakikat Kemampuan Menulis Puisi
Puisi
sebagai salah satu genre sastra, sebagian besar diciptakan dan dituangkan dalam
bentuk tulisan. Dengan dituangkannya hasil penciptaan puisi dalam bentuk
tulisan, puisi akan lebih bertahan lama daripada hanya diciptakan dan
disampaikan dalam bentuk lisan. Dengan demikian, sangat jelas bahwa aktivitas
penciptaan karya sastra beserta proses kreatifnya berkaitan erat dengan
keterampilan menulis, mengingat karya sastra adalah salah satu genre seni yang bermediakan
bahasa.
Berikut ini dipaparkan pengertian menulis, tujuan dan manfaat menulis,
hakikat puisi, pengertian menulis puisi, dan penilaian keterampilan menulis puisi
a. Pengertian Menulis
Berikut ini dipaparkan pengertian menulis, tujuan dan manfaat menulis,
hakikat puisi, pengertian menulis puisi, dan penilaian keterampilan menulis puisi
a. Pengertian Menulis
Keterampilan
menulis merupakan suatu keterampilan untuk mengungkapkan ide, pikiran, perasaan
kepada orang lain. Melalui tulisan, seseorang dapat berkomunikasi tanpa
berhadap-hadapan langsung.
Menurut
Hastuti (1992), keterampilan menulis adalah keterampilan yang sangat kompleks.
Menulis melibatkan cara berpikir dan kemampuan mengungkapkan pikiran gagasan,
perasaan dalam bentuk bahasa tertulis dengan memperhatikan beberapa syarat,
yaitu: (1) keteraturan gagasan, (2) kemampuan menyusun kalimat yang jelas dan
efektif, (3) keterampilan menyusun paragraf, (4) menguasai teknik penulisan
seperti penemuan tanda baca (pungtuasi), dan (5) memiliki sejumlah kata yang
diperlukan.
Tarigan
(1986: 21) menyatakan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan
lambang-lambang grafik yang menggambarkan salah satu bahasa yang dipahami oleh
seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang- lambang grafik tersebut.
Menulis bukan sekedar menggambarkan huruf-huruf, tetapi juga menyampaikan pesan
melalui gambar huruf-huruf tersebut berupa karangan. Karangan sebagai ekspresi
pikiran, gagasan ide, pendapat, pengalaman disusun secara sistematis dan logis.
Keterampilan menulis dibutuhkan untuk merekam, meyakinkan, memberitahukan,
serta mempengaruhi orang lain. Semua tujuan hanya dapat diperoleh apabila
disusun dan disampaikan dengan jelas.
Menurut
Akhadiah (1995: 2), menulis dapat didefinisikan sebagai: (1) merupakan suatu
bentuk komunikasi, (2) merupakan proses pemikiran yang dimulai dengan pemikiran
tentang gagasan yang akan disampaikan, (3) merupakan bentuk komunikasi yang
berbeda dengan bercakap-cakap; dalam tulisan tidak terdapat intonasi, ekspresi
wajah, gerakan fisik, serta situasi yang menyertai percakapan, (4) merupakan
suatu ragam komunikasi yang perlu dilengkapi dengan alat-alat penjelas serta
ejaan dan tanda baca, (5) merupakan bentuk komunikasi untuk menyampaikan
gagasan penulis kepada khalayak pembaca yang dibatasi oleh jarak,tempat, dan
waktu.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah salah satu
bentuk komunikasi untuk menyampaikan ide secara teratur dan sistematik melalui
bahasa tulis dengan tujuan tertentu.
b. Tujuan dan Manfaat Menulis
b. Tujuan dan Manfaat Menulis
Hakim
(1995) menyatakan bahwa keterampilan menulis menjadi salah cara untuk
berkomunikasi, karena dalam pengertian tersebut muncul adanya kesan pengiriman
dan penerimaan pesan. Dengan demikian, tulisan harus dapat dibaca dan mudah
dipahami agar penerima pesan dapat menangkap pesan secara baik dan benar.
Hipple
(dalam Tarigan, 1987: 309-311) mengemukakan tujuan menulis yang meliputi: (1)
penugasan, (2) altruistik, (3) persuasif, (4) informasional tujuan penerangan,
(5) pernyataan diri, (6) kreatif, dan (7) pemecahan masalah.
Selain
memiliki tujuan, kegiatan menulis dapat memberikan berbagai manfaat. c. Hakikat Puisi
Puisi
merupakan salah satu genre sastra. Pengertian puisi sungguh beragam dan masih
sering dipertanyakan. Beberapa ahli sastra merumuskan pengertian puisi dengan
menggunakan berbagai pendekatan. Padahal, satu pendekatan saja tidak mungkin
mencakup seluruh aspek yang terdapat dalam puisi. Oleh karena itu, wajar jika
satu pengertian yang dikemukakan seorang ahli berbeda dengan pengertian yang
dilontarkan oleh ahli yang lain.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 903), puisi adalah ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait atau
merupakan gubahan di bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat
sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan
tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus.
Sumardjo dan Saini K.M. menggolongkan puisi sebagai karya sastra imajinatif. Puisi merupakan jaringan irama dan bunyi serta jaringan citra dan lambang. Sementara itu, Pradopo (2002: 7) menyatakan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam wujud yang paling berkesan. Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 1993 : 7).
Sumardjo dan Saini K.M. menggolongkan puisi sebagai karya sastra imajinatif. Puisi merupakan jaringan irama dan bunyi serta jaringan citra dan lambang. Sementara itu, Pradopo (2002: 7) menyatakan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam wujud yang paling berkesan. Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 1993 : 7).
Sementara
itu, Sayuti (2002: 3 – 4) menyatakan bahwa secara sederhana puisi dapat
dirumuskan sebagai “sebentuk pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya
aspek bunyi-bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif,
emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individual dan
sosialnya; yang diungkapkan dengan teknik pilihan tertentu, sehingga puisi itu
mampu membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau
pendengar-pendengarnya”.
Luxemburg
dkk. (1986: 175) menyatakan bahwa teks puisi ialah teks-teks monolog yang
isinya tidak pertama-tama sebuah alur. Teks puisi bercirikan penyajian
tipografik tertentu. Definisi ini tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra,
melainkan juga ungkapan bahasa yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan
politik, syair lagu-lagu pop, dan doa-doa.
politik, syair lagu-lagu pop, dan doa-doa.
Adapun
A. Richard seperti dikutip Tarigan (1991: 9) menyatakan bahwa hakikat puisi
mengandung makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema, perasaan,
nada, dan amanat. Dengan demikian, hakekat puisi menurut Richards terdiri atas
(1) tema/makna (sense), (2) rasa (feeling), (3) nada (tone), dan (4)
amanat/tujuan/maksud (intention) (Tarigan, 1991: 10). Hal ini sejalan dengan
Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 124-125) yang menyatakan 4 arti puisi, yakni
arti lugas (gagasan penyair), perasaan penyair, nada, dan itikad.
Puisi
sebagai salah satu bentuk karya sastra harus mengandung fungsi estetik yang ada
dalam setiap penciptaan karya sastra. Wellek dan Warren (1968: 25) mengemukakan
bahwa paling baik kita memandang kesusastraan sebagai karya yang di dalamnya
fungsi estetikanya dominan, yaitu fungsi seninya yang berkuasa. Tanpa fungsi
seni, karya kebahasaan tidak dapat disebut sebagai karya (seni) sastra.
Puisi
merupakan salah satu jenis karya sastra. Oleh karena itu, fungsi estetiknya
dominan, artinya di dalamnya terdapat unsur-unsur keindahan. Unsur- unsur
keindahan ini merupakan unsur-unsur kepuitisan, misalnya persajakan, diksi
(pilihan kata), irama, dan gaya bahasa.
Gaya
bahasa dalam puisi meliputi semua penggunaan bahasa secara khusus yang
bertujuan untuk mendapatkan efek tertentu, yakni efek estetikanya atau aspek
kepuitisannya (Pradopo, 1994: 47). Jenis-jenis gaya bahasa itu meliputi semua
aspek bahasa, yaitu bunyi, kata, kalimat, dan wacana yang dipergunakan secara
khusus untuk mendapatkan efek tertentu itu. Semua itu merupakan aspek estetika
atau aspek keindahan puisi.
Berdasarkan pengertian-pengertian puisi di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi ialah hasil imajinasi dan gagasan penyair yang dituangkan dalam bentuk tipografi yang spesifik.
Menulis Puisi
Berdasarkan pengertian-pengertian puisi di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi ialah hasil imajinasi dan gagasan penyair yang dituangkan dalam bentuk tipografi yang spesifik.
Menulis Puisi
Menulis
puisi merupakan salah satu bentuk menulis kreatif. Menulis puisi adalah suatu
kegiatan intelektual, yakni kegiatan yang menuntut seseorang harus benar-benar
cerdas, menguasai bahasa, luas wawasannya, dan peka perasaannya. Menulis puisi
bermula dari proses kreatif, yakni mengimajikan atau mengembangkan fakta-fakta
empirik yang kemudian diwujudkan dalam bentuk puisi. Kemudian, untuk
menuangkannya menjadi sebentuk puisi, kita harus terlebih dahulu memahami
unsur-unsur pembentuk puisi (Jabrohim dkk., 2003: 31-33).
Adapun pengimajian berguna untuk
memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat hidup gambaran
dalam pikiran dan pengindraan, untuk menarik perhatian, dan untuk memberikan
kesan mental atau bayangan visual penyair. Gambaran angan, gambaran pikiran,
kesan mental, dan bahasa yang menggambarkannya biasa disebut dengan istilah
citra atau imaji. adapun cara membentuk kesan mental atau gambaran sesuatu
biasa disebut dengan istilah citraan (imagery). Hal-hal yang berkaitan dengan
citra ataupun citraan disebut pencitraan atau pengimajian.
Kata
konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu
lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji
pembaca. Di sini, penyair berusaha mengkonkretkan kata- kata. Maksudnya,
kata-kata itu diupayakan agar dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Dalam
hubungannya dengan pengimajian, kata konkret merupakan syarat atau sebab
terjadinya pengimajian.
Bahasa
figuratif dapat disebut juga sebagai majas. Bahasa puisi dapat membuat puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
Adapun versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Secara umum, ritma dikenal
sebagai irama, yakni pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan
bunyi bahasa dengan teratur.
Rima
adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi, pada akhir baris
puisi, atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Jika fonetik itu
berpadu dengan ritma, maka akan mampu mempertegas makna puisi. Rima meliputi
onomatope (tiruan terhadap bunyi-bunyi), bentuk intern pola bunyi (misalnya:
aliterasi, asonansi, persamaan akhir, peramaan awal, sajak berulang, sajak
penuh), intonasi, repetisi bunyi atau kata, dan persamaan bunyi.
Metrum
adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola
tertentu. Hal ini disebabkan oleh jumlah suku kata yang tetap, tekanan yang
tetap, dan alun suara menaik dan menurun yang tetap.
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam
membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Dalam prosa, baik fiksi maupun bukan, baris-baris kata atau kalimat membentuk sebuah periodisitas. Namun, dalam puisi tidak demikian halnya. Baris-baris dalam puisi membentuk sebuah periodisitas yang khas yang disebut bait.
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam
membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Dalam prosa, baik fiksi maupun bukan, baris-baris kata atau kalimat membentuk sebuah periodisitas. Namun, dalam puisi tidak demikian halnya. Baris-baris dalam puisi membentuk sebuah periodisitas yang khas yang disebut bait.
Selain
terdapat struktur fisik dalam puisi, Waluyo juga menjelaskan
tentang
struktur batin yang terdapat dalam puisi. Menurut Waluyo, struktur batin
mencakup tema, perasaan penyair, nada atau sikap penyair terhadap pembaca, dan
amanat. Keempat unsur itu menyatu dalam ujud penyampaian bahasa penyair.
Tema
adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang dan menjadi dasar bagi puisi yang
diciptakan penyair. Tema puisi berhubungan erat dengan penyairnya, terutama
pada konsep-konsep yang diimajinasikannya. Tarigan (1991: 10) mengemukakan
bahwa setiap puisi mengandung suatu “subject matter” yang dikemukakan atau
ditonjolkan. Makna yang terkandung dalam “subject matter” itulah yang
dimaksudkan dengan istilah tema. Tema sering kali dituangkan atau disampaikan
oleh penyairnya secara implisit, tidak disebutkan secara gamblang dalam puisi.
Rasa adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya (Tarigan, 1991: 11). Perasaan penyair ikut terekspresikan dalam puisi. Oleh karena itulah, suatu tema yang sama sering kali menghasilkan puisi yang berbeda, tergantung suasana perasaan penyair yang menciptakan puisi itu.
Rasa adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya (Tarigan, 1991: 11). Perasaan penyair ikut terekspresikan dalam puisi. Oleh karena itulah, suatu tema yang sama sering kali menghasilkan puisi yang berbeda, tergantung suasana perasaan penyair yang menciptakan puisi itu.
Nada
dalam puisi adalah sikap penyair kepada pembaca (Jabrohim dkk, 2003: 66). Hal
ini sesuai dengan pernyataan Tarigan (1991: 18) bahwa nada adalah sikap sang
penyair terhadap pembacanya atau dengan kata lain sikap sang penyair terhadap
para penikmat karyanya. Dalam menulis puisi, penyair bisa bersikap menggurui,
mengejek, menasihati, atau menyindir meski kadang sikap itu disamarkan melalui
gaya bahasa dan sarana retorika yang dipakai dalam puisi.
Amanat
atau tujuan dalam puisi ialah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan
puisinya Amanat berbeda dengan tema. Dalam puisi, tema berkaitan dengan arti
sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra. Arti puisi bersifat
lugas, objektif, dan khusus sedangkan makna bersifat kias, subjektif, dan umum
(Jabrohim dkk, 2003: 67).
Stephen
Spender melalui Tarigan (1991: 48) menyebutkan lima hal yang diperlukan dalam
menciptakan suatu puisi, yakni: (1) konsentrasi/consentration, (2) inspirasi/inspiration,
(3) kenangan/memory, (4) keyakinan/faith, (5) lagu/song. Kelima unsur ini akan
sangat berperan dalam menciptakan atau menulis puisi.
Penilaian Keterampilan Menulis Puisi
Menurut Arifin yang dikutip Suriamiharja dkk (1996: 5), keterampilan
menulis dapat dilihat melalui jalan tes; karena tes merupakan suatu cara dalam angka kegiatan evaluasi, yang di dalamnya terdapat berbagai item atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh siswa, kemudian pekerjaan dan jawaban itu akan menghasilkan nilai tentang perilaku siswa tersebut.
Nurgiyantoro
(2001: 298 – 305) mengungkapkan bahwa cara menilai kemampuan menulis adalah
melalui jalan tes. Namun, ditegaskan olehnya bahwa penilaian yang dilakukan
terhadap karangan siswa biasanya bersifat holistik, impresif, dan selintas;
yaitu penilaian yang bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang diperoleh dari
membaca karangan siswa secara selintas.
Selain
penilaian yang bersifat holistik, diperlukan pula penilaian secara analitis
agar guru dalam memberikan nilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh
informasi lebih rinci tentang kemampuan siswanya. Penilaian dengan pendekatan
analitis merinci tulisan dalam kategori tertentu. Pengkategorian itu sangatlah
bervariasi, bergantung pada jenis tulisan itu sendiri. Namun, pada pokoknya
pengkategorian hendaknya meliputi: (1) kualitas dan ruang lingkup isi, (2)
organisasi dan penyajian isi, (3) gaya dan bentuk bahasa, (4) mekanik: tata
bahasa, ejaan, tanda baca, keterampilan tulisan, dan kebersihan, dan (5) respon
afektif guru terhadap karya tulis. Nurgiyantoro (2001: 306) mencontohkan model
penilaian dengan pemberian skala terhadap kategori-kategori seperti yang
disebutkan di atas.
Sumbangan Kebiasaan Menyimak Lagu
terhadap Kemampuan Menulis
Puisi
Puisi
Hubungan antara lagu dengan puisi jelas sangat erat. Salah satu unsur yang
menonjol dalam puisi ialah ritme dan nada. Unsur tersebut juga terdapat dalam lagu. Bahkan Tarigan (1991: 5) mengemukakan bahwa salah satu maksud utama puisi pada umumnya “not to speak but to sing”, “bukan berbicara tetapi berdendang”. Dengan membiasakan diri menyimak lagu, tentunya penyimak akan mendapatkan referensi tentang irama yang dapat digunakan sebagai modal untuk menulis puisi. Penyimak bahkan akan mendapatkan kosakata melalui lirik lagu yang disimak. Kosakata yang terdapat dalam lirik lagu tentunya mengandung gaya bahasa yang tinggi. Kosakata tersebut juga menjadi modal bagi seseorang untuk menulis puisi.
Dengan
demikian, kebiasaan menyimak lagu akan memberikan kontribusi terhadap kemampuan
menulis puisi siswa. Semakin besar intensitas menyiak lagu seorang siswa akan
semakin banyak kosakata yang didapat, semakin matang pengalaman musikal yang
didapat, dan semakin banyak pula pengalaman estetik. Semua itu dapat menjadi penyumbang
dalam menulis puisi.
Sumbangan Kebiasaan Membaca Kreatif terhadap Kemampuan Menulis
Puisi
Sumbangan Kebiasaan Membaca Kreatif terhadap Kemampuan Menulis
Puisi
Membaca
kreatif pada hakikatnya adalah menerapkan hasil bacaannya dalam kehidupan
sehari-hari. Hasil kreativitas membaca dapat diterapkan dalam bentuk tulisan.
Semakin banyak kita membaca dengan kreatif, semakin banyak hasil menulis
kreatif. Sebab, dengan membaca, kita akan mendapatkan bahan untuk menulis.
Salah
satu bentuk menulis kreatif ialah menulis puisi. Dalam menulis puisi,
diperlukan suatu proses kreatif. Salah satunya ialah melalui membaca kreatif.
Sebagai contoh ialah membaca teks lagu atau membaca cerita. Hasil bacaan itu
dapat dimodifikasi menjadi sebuah tulisan puisi. Tentu saja dalam memodifikasi
bahan bacaan itu memerlukan teknik membaca, yaitu dengan membaca kreatif.
Dengan
demikian, antara membaca kreatif dengan kemampuan menulis puisi mempunyai
hubungan yang erat. Seseorang tidak akan mempunyai kemampuan yang baik untuk
menulis tanpa kebiasaan membaca. Apalagi menulis puisi yang memerlukan proses
kreatif terlebih dahulu. Membaca kreatif dapat dijadikan sebuah proses kreatif
dalam menulis puisi.
Jadi,
kebiasaan membaca kreatif akan memberikan sumbangan terhadap kemampuan menulis
puisi melalui proses kreatif menulis puisi yang didahului dengan proses kreatif
dalam membaca.
Sumbangan Kebiasaan Menyimak Lagu dan Kebiasaan Membaca Kreatif
terhadap Kemampuan Menulis Puisi
Sumbangan Kebiasaan Menyimak Lagu dan Kebiasaan Membaca Kreatif
terhadap Kemampuan Menulis Puisi
Anak
mengenal bahasa melalui menyimak. Setelah menyimak anak tersebut berusaha untuk
berbicara menirukan bahasa yang disimak. Tahap berikutnya, anak akan berlatih
membaca dan berusaha untuk mengenal bentuk tulisan (wacana). Setelah itu, ia
akan berusaha untuk menulis.
Dengan
kebiasaan menyimak lagu misalnya, pemerolehan kosakata dan model atau bentuk
puisi yang diperoleh dari lirik lagu serta irama lagu akan menjadi sebuah
kontribusi yang signifikan dalam proses kreatif menulis puisi. Proses kreatif
menulis puisi itu akan semakin sempurna dengan kegiatan membaca kreatif. Hasil
bacaan lirik lagu atau bacaan cerita dapat menjadi kontribusi dalam menulis
puisi.
Dengan demikian, keberhasilan menulis kreatif karya sastra khususnya puisi berhubungan dengan kegiatan menyimak dan membaca. Kesanggupan mengamalkan pemerolehannya dari kegiatan menyimak lagu dan membaca kreatif merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam kegiatan menulis puisi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menyimak lagu dan membaca kreatif memberikan sumbangan yang signifikan terhadap kemampuan menulis puisi.
Dengan demikian, keberhasilan menulis kreatif karya sastra khususnya puisi berhubungan dengan kegiatan menyimak dan membaca. Kesanggupan mengamalkan pemerolehannya dari kegiatan menyimak lagu dan membaca kreatif merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam kegiatan menulis puisi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menyimak lagu dan membaca kreatif memberikan sumbangan yang signifikan terhadap kemampuan menulis puisi.
Pengajuan Hipotesis
Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
terdapat sumbangan yang efektif kebiasaan menyimak lagu terhadap kemampuan
menulis puisi siswa kelas Cterdapat sumbangan yang efektif kebiasaan membaca kreatif terhadap kemampuan menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin terdapat sumbangan yang efektif kebiasaan menyimak lagu dan kebiasaan membaca kreatif terhadap kemampuan menulis puisi siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang Kabupaten Banyuasin
BAB III
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Sesuai
dengan tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan
menggunakan desain regresi, yakni pada prinsipnya hampir sama dengan korelasi
karena mencari hubungan antarvariabel. Namun dalam desain regresi, kekuatan
arah hubungan sudah jelas, mana yang dipandang sebagai variabel bebas dan mana
yang dipandang sebagai variabel terikat.
Penelitian
ini menggunakan desain ex post facto. Penelitian ini hanya mengambil data yang
telah tersedia dan tidak melakukan tindakan di lapangan. Peneliti tidak perlu
memberikan perlakuan terhadap sampel penelitian tetapi tinggal melihat efeknya
pada variabel terikat.
Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini. Kebiasaan menyimak lagu (X1) dan membaca kreatif (X2) merupakan variabel bebas sedangkan kemampuan
menulis puisi (Y) merupakan variabel terikat. Hubungan antarvariabel dapat
digambarkan dalam desain penelitian sebagai berikut
Gambar 1: Desain penelitian
Keterangan:
X1 = kebiasaan menyimak lagu
X2 = kebiasaan membaca kreatif
Y = kemampuan menulis puisi
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable).
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebiasaan menyimak lagu (X1)
dan kebiasaan membaca kreatif (X2).
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis puisi (Y).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis puisi (Y).
Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini. Kebiasaan menyimak lagu (X1) dan membaca kreatif (X2) merupakan variabel bebas sedangkan kemampuan
menulis puisi (Y) merupakan variabel terikat. Hubungan antarvariabel dapat
digambarkan dalam desain penelitian sebagai berikut
Gambar 1: Desain penelitian
Keterangan:
X1 = kebiasaan menyimak lagu
X2 = kebiasaan membaca kreatif
Y = kemampuan menulis puisi
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable).
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebiasaan menyimak lagu (X1)
dan kebiasaan membaca kreatif (X2).
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis puisi (Y).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis puisi (Y).
Populasi
dan Sampel Penelitian
Populasi Penelitian
Populasi Penelitian
Menurut
Arikunto (1996: 115) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Selanjutnya, populasi ditinjau dari jumlahnya terdiri atas (1) jumlah
terhingga, dan (2) jumlah tidak terhingga. Populasi jumlah terhingga terdiri
atas elemen dengan jumlah tertentu sedangkan populasi jumlah tak terhingga
adalah elemen yang sukar dicari batasnya.
Populasi
penelitian ini termasuk dalam populasi jumlah terhingga karena yang menjadi
populasi sudah diketahui jumlahnya, yaitu siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1
Muara Padang Kabupaten Banyuasin
Sampel Penelitian
Sampel Penelitian
Menurut
Sugiyono (2005: 56), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk menentukan berapa besarnya sampel yang
harus diambil, digunakan Nomogram Harry King. Harry King menghitung sampel
tidak hanya didasarkan kesalahan 5% saja, tetapi bervariasi sampai 15%
(Sugiyono, 2005: 62). Dengan taraf signifikansi 5%, maka jumlah sampel yang
diambil sebesar 60% sehingga jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini
adalah 60% x 187 = 112,2 dan dibulatkan menjadi 113.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster
random sampling atau cluster sampling. Suyata (1994: 34) mengemukakan bahwa
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster
random sampling atau cluster sampling. Suyata (1994: 34) mengemukakan bahwa
cluster
sampling ialah prosedur seleksi sampel yang unit seleksinya berupa klaster
(kelas-kelas atau kelompok-kelompok). Pengambilan sampel dengan metode ini
karena populasi telah terkelompok ke dalam bentuk kelas-kelas. Metode cluster
sampling digunakan agar peneliti lebih mudah dan praktis dalam mengumpulkan
data, dengan tidak mengabaikan bahwa setiap anggota populasi mendapatkan
kesempatan yang sama untuk sampel.
Pengumpulan Data
Pengumpulan Data
Untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini, digunakan teknik kuesioner dan tes.
Kuesioner merupakan satu perangkat pertanyaan atau pernyataan tentang suatu hal
dipakai untuk menjaring data yang sifatnya informatif faktual atau yang
bersifat fakta konkret (Suyata, 1994: 38). Teknik kuesioner atau angket ini
digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kebiasaan menyimak lagu dan
kebiasaan membaca kreatif. Jenis angket dalam penelitian ini adalah: 1) angket
tertutup, artinya responden tinggal memilih jawaban yang disediakan, 2) angket
langsung, yaitu responden menjawab secara langsung, 3) angket jenis check list
(responden memberi tanda √).
Alasan
pemilihan angket atau kuesioner sebagai teknik pengumpulan data karena: 1)
subjek merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri, 2) apa yang
dinyatakan subjek merupakan sesuatu yang benar dan dapat dipercaya, dan 3)
subjek dapat menginterpretasikan pertanyaan dengan mudah.
Adapun
tes digunakan untuk menunjuk semua jenis instrumen yang dirancang untuk
mengukur kemampuan seseorang dalam bidang tertentu (Suyata, 1994: 39). Dalam
penelitian ini, metode tes digunakan untuk mengumpulkan data
emampuan menulis puisi, yakni dengan menggunakan tes kemampuan menulis
puisi.
Instrumen Pengumpulan Data
emampuan menulis puisi, yakni dengan menggunakan tes kemampuan menulis
puisi.
Instrumen Pengumpulan Data
Dalam
penelitian ini digunakan tiga instrumen untuk mengumpulkan data. Instrumen
tersebut meliputi instrumen kebiasaan menyimak lagu, instrumen kebiasaan
membaca kreatif, dan instrumen kemampuan menulis puisi. Adapun jenis instrumen
yang digunakan berupa kuesioner atau angket dan tes.
a. Instrumen Kebiasaan Menyimak Lagu
a. Instrumen Kebiasaan Menyimak Lagu
Instrumen
untuk memperoleh data mengenai kebiasaan menyimak lagu berbentuk angket. Isi
angket ini berhubungan dengan faktor kebiasaan menyimak lagu dan diukur dengan
kisi-kisi sebagai berikut: (1) perhatian terhadap lagu, (2) waktu dan
intensitas mengikuti lagu, (3) keseriusan mengikuti lagu, (4) manfaat mengikuti
lagu, dan (5) kesan terhadap lagu. Kelima hal tersebut dijadikan indikator
dalam kisi-kisi instrumen. Setiap indikator diberi porsi 7 butir pertanyaan.
Dengan demikian, jumlah pertanyaan dalam instrumen kebiasaan menyimak lagu
adalah 35 butir pertanyaan.
Setiap
butir terdiri atas empat jawaban alternatif. Agar data yang diperoleh berupa
data kuantitatif, setiap jawaban diberi skor. Skor pengukuran yang digunakan adalah
model skala likert yang dilakukan dengan menyediakan skala jawaban terhadap
suatu pernyataan/pertanyaan yang diberikan (Nurgiyantoro, 2001: 328). Skala
jawaban SL (selalu) dengan skor 4, SR (sering) dengan skor 3, KD
(kadang-kadang) dengan skor 2, dan TP (tidak pernah) dengan skor 1 Penyekoran
ini tidak mutlak, artinya jika pertanyaan negatif maka skala penyekoran dibalik
menjadi SL (selalu) dengan skor 1, SR (sering) dengan skor 2, KD
(kadang-kadang) dengan skor 3, dan TP (tidak pernah) dengan skor 4.
b. Instrumen Kebiasaan Membaca Kreatif
b. Instrumen Kebiasaan Membaca Kreatif
Untuk
memperoleh data mengenai kebiasaan membaca kreatif juga digunakan instrumen
berupa angket. Adapun kisi-kisi instrumen angket yang berhubungan dengan
kebiasaan membaca kreatif ialah (1) waktu dan intensitas membaca kreatif, (2)
keseriusan membaca kreatif, (3) manfaat membaca kreatif, (4) kesan yang
diperoleh setelah membaca kreatif, (5) hasil membaca kreatif. Setiap indikator
diberi porsi 7 butir pertanyaan. Dengan demikian, jumlah pertanyaan dalam
instrumen kebiasaan membaca kreatif adalah 35 butir pertanyaan.
Instrumen
kebiasaan membaca kreatif juga menggunakan empat alternatif jawaban dengan
kriteria penyekoran seperti yang digunakan pada penyekoran instrumen kebiasaan
menyimak lagu. Adapun penjabaran tiap-tiap indikator ke
dalam butir pertanyaan
Instrumen Kemampuan Menulis Puisi
dalam butir pertanyaan
Instrumen Kemampuan Menulis Puisi
Instrumen
untuk memperoleh data mengenai kemampuan menulis puisi berupa tes kemampuan
menulis puisi. Tes kemampuan menulis puisi dibuat dalam bentuk tes esai.
Penilaiannya dilakukan dengan berpedoman pada rambu-rambu penilaian tes menulis
puisi. Adapun kisi-kisi penilaian menulis puisi
2. Uji Coba Instrumen
2. Uji Coba Instrumen
Agar
instrumen yang dipersiapkan untuk mengumpulkan data penelitian benar-benar
mengukur apa yang hendak diukur, dilakukan ujicoba instrumen terhadap populasi.
Tujuannya adalah untuk menguji validitas dan realibitas. Arikunto (1996: 158)
mengatakan bahwa instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting,
yaitu valid dan reliabel.
Instrumen
penelitian kebiasaan yang berupa 35 butir soal diujicobakan di kelas yang tidak
dijadikan sampel penelitian. Ujicoba instrumen dilakukan di kelas VI SDN Karuh
Kecamatan Batu Mandi pada hari selasa, tanggal 22 juni 2010 selama 2 jam
pelajaran atau 90 menit. Ujicoba dilakukan pada 35 siswa. Selanjutnya,
instrumen penelitian ini dievaluasi. Evaluasi dilakukan agar validitas dan
reliabilitas sebuah instrumen dapat diketahui.
Validitas Instrumen
Validitas Instrumen
Instrumen
penelitian dikatakan valid apabila dapat mengungkap data secara tepat atas
variabel yang diteliti. Validitas konstruk (construct validity) digunakan untuk
menguji kelayakan instrumen kebiasaan sedangkan pengujian instrumen tes
kemampuan menulis puisi menggunakan validitas isi
Untuk mengukur validitas butir soal, penelitian ini menggunakan korelasi
product moment dari Pearson pada taraf signifikansi 5%. Kriteria uji validitas
Untuk mengukur validitas butir soal, penelitian ini menggunakan korelasi
product moment dari Pearson pada taraf signifikansi 5%. Kriteria uji validitas
adalah
apabila harga rhitung setelah dikonsultasikan dengan rtabel hasilnya sama atau
lebih besar pada taraf signifikansi 5%, maka butir soal tersebut valid. Akan
tetapi, jika harga r hitung setelah dikonsultasikan dengan r tabel harganya
lebih kecil pada taraf signifikansi 5%, maka butir soal tersebut dinyatakan
gugur.
Pengujian
kelayakan instrumen tes kemampuan menulis puisi menggunakan uji validitas isi.
Menurut Nurgiyantoro (2001: 103), kesahihan isi menunjukkan pada pengertian
apakah alat tes itu mempunyai kesejajaran (sesuai) dengan tujuan dan deskripsi
bahan pelajaran yang diajarkan. Untuk mengetahui apakah instrumen tersebut
mempunyai kesahihan isi, instrumen tersebut dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada orang yang ahli (expert judgement), dalam hal ini dengan dosen
pembimbing dan guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia.
daftar pustakanya kak?
ReplyDeleteIya Kak, kalau boleh minta Dapusnya dong Kak, terimakasih
ReplyDelete